GROWTH HORMON, HORMON PROLAKTIN DAN, OBAT ANASTESI
BAB II
PEMBAHASAN
A. GROWTH HORMON
Berupa polipeptida dg bm 22.000,merupakan 10% dr berat kelenjar hipofisis kering.
n Fungsi fisiologi: adalah tehadap pertumbuhan.
n Defisiensi: menyebabkan kekerdilan (dwarfisme),
n Kelebihan hormon ini menyebabkan:
1. ·gigantisme pada anak, dan
2. ·akromegali pada orang dewasa.
n Hormon lain yang juga berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan normal yaitu:
1. ·hormon tiroid, insulin, androgen dan estrogen.
n Pemberian hormon pertumbuhan pada penderita hipopituitarisme menyebabkan pertumbuhan normal apabila pengobatan dimulai cukup dini.
n Pematangan alat kelamin tidak terjadi tanpa pemberian hormon kelamin atau gonadotropin.
n Gigantisme dan akromegali tidak pernah dilaporkan terjadi akibat terapi dg hormon ini.
B. OBAT GROWTH HORMON
Somatomedin (sulfation factor).
n Somatomedin ialah sekelompok mediator faktor pertumbuhan. In vitro, somatomedin meningkatkan inkorporasi sulfat ke dalam jaringan tulang rawan, karena itu zat ini dulu disebut sulfation factor. Kmd ternyata bahwa masih banyak efek lain yg dpt ditimbulkan shg zat ini disebut somatomedin.
n Zat dg aktivitas seperti somatomedin juga terdpt dalam serum manusia; zat ini bertambah pada akromegali dan menghilang pada hipopituitarisme. In vitro, juga merangsang sintesis DNA, RNA dan protein oleh kondrosit.
Ternyata efek somatomedin sangat luas, mencakup berbagai efek hormon pertumbuhan.
n Somatomedin dibuat terutama di hepar, selain itu juga di ginjal dan otot.
n Zat-zat ini disintesis sebagai respons terhadap hormon pertumbuhan dan tidak disimpan. Somatomedin menghambat sekresi hormon pertumbuhan melalui mekanisme umpan balik. Sejml kecil pasien dg gangguan pertumbuhan familial tak memiliki cukup somatomedin meskipun kadar hormon pertumbuhannya normal, dan pemberian hormon pertumbuhan pada penderita ini tidak memperbaiki gangguan pertumbuhan.
PENGATURAN GROWTH HORMON
n Sekresi hormon pertumbuhan secara fisiologis diatur oleh hipotalamus. Hipotalamus menghasilkan faktor penglepas hormon pertumbuhan (GHRF - growth hormone releasing factor) yg merangsang sekresi hormon pertumbuhan. Selain itu dalam hipotalamus juga dijumpai somatostatin (GH-RIH -growth hormone releasing inhibitory hormone) yg menghambat sekresi beberapa hormon antara lain hormon pertumbuhan. Dg demikian hipotalamus memegang peran dwifungsi dalam pengaturan hormon ini.
n Pada waktu istirahat sebelum makan pagi kadar hormon pertumbuhan 1-2 ng/mt, sedangkan pada keadaan puasa sampai 60 jam, meningkat perlahan mencapal 8 ng/ml. Kadar Ini selalu meningkat segera setelah seseorang tertidur. Pada orang dewasa kadar hormon pertumbuhan meningkat terutama hanya waktu tidur; sedangkan pada remaja juga meningkat waktu bangun. Kadar pada anak dan remaja lebih tinggi dibanding kadar pada dewasa. Pada anak, hipoglikemia merupakan perangsang yg kuat shg menyebabkan kadar hormon pertumbuhan meningkat. Pada hipoglikemia karena insulin misalnya, kadar hormon pertumbuhan dpt mencapai 50 ng/ml.
n Kerja fislk, stress dan rangsangan emosi merupakan perangsangan (stimulus) fisiologis utk meningkatkan sekresi hormon ini.
n Beberapa obat dpt mempengaruhi sekresi hormon pertumbuhan, mungkin dg jalan mempengaruhi sekresi/aktivitas zat-zat pengatur hormon Ini. Pada orang normal, glukokortikoid dosis besar menghambat sekresi hormon pertumbuhan. Kemungkinan besar inilah salah satu sebab mengapa pemberian glukokortikoid pada anak menghambat pertumbuhan.
n Sekresi hormon pertumbuhan yg berlebihan dpt ditekan dg pemberian agonis dopamin. Dopamin diketahui merangsang sekresi hormon pertumbuhan pada orang normal, tetapi pada akromegali dopamin justru menghambat sekresi hormon tsb. Bromokriptin, suatu agonis dopamin derivat ergot, dipakai utk menekan sekresi hormon pertumbuhan pada penderita tumor hipofisis. Efek bromokriptin tidak segera terlihat, penurunan kadar hormon dalam darah terjadi setelah pengobatan dalam jangka panjang. Sekresj hormon pertumbuhan kembali berlebihan setelah pemberian bromokriptin dihentikan. Bromokriptin juga menekan sekresi prolaktin yg berlebihan yg terjadi pada tumor hipofisis.
n Antagonis serotonin (5-HT) misalnya siproheptadin dan metergolin, antagonis adrenergik misalnya fentolamin, juga dpt menghambat sekresi hormon pertumbuhan, tetapi efeknya lemah dan tidak konsisten. Somatostatin meskipun dpt menghambat sekresi hormon pertumbuhan, tidak digunakan utk pengobatan akromegali terutama karena menghambat sekresi hormon-hormon lain.
INDIKASI
n Selama ini indikasi hormon pertumbuhan hanya dibatasi utk mengatasi kekerdilan akibat hipopituitarisme. Dg ditemukannya cara rekayasa genetika utk memproduksi hormon ini secara mudah dalam jml besar, ada kemungkinan penggunaannya utk mengatasi gangguan pertumbuhan akan lebih luas. Efektifitas hormon ini pada delisiensi partial dan anak pendek yg normal hanya tampak di awal terapi. Utk indikasi ini sulit ditentukan siapa yg perlu diobati, kapan pengobatan dimulai dan kapan berakhir. Juga perlu disertai penanganan psikologis, yg akan sangat penting artinya bila terapi gagal.
n Berbagai usulan bermunculan dalam 10 tahun terakhir ini, antara lain anjuran penggunaan pada anak pendek yg tingginya dibawah 10% populasi dan berespons thd terapi hormon pertumbuhan yg dicobakan dulu selama 6 bulan. Bagaimanapun penggunaan hormon ini pada kasus tanpa defisiensi hormon berhadapan dg pertimbangan etis. Perlu pertimbangan manfaat-resiko yg lebih luas yi bukan hanya mempertimbangkan resiko etek samping serius misalnya akromegali, gangguan kardiovaskular, gangguan metabolisme glukosa yg terjadi pada kelebihan hormon endogen; tetapi juga resiko kejiwaan pada kegagalan terapi (perubahan persepsi pendek normal menjadi abnormal).
n Dengan dibuatnya hormon ini secara rekayasa genetik keterbatasan pengadaan tidak akan menjadi masalah lagi. Kalau faktor biaya juga tidak menjadi masalah, perlu dipikirkan adanya batasan yg jelas mengenai indikasinya. Saat ini telah ada laporan penggunaan diluar indikasi yg telah jelas, misalnya penyalahgunaan oleh atlet utk mencapal tinggi dan bentuk badan tertentu dan pada orang lanjut usia utk menghambat proses penuaan. Meskipun penelitian menunjukkan bahwa hormon pertumbuhan menyebabkan hal-hal yg menguntungkan utk atlet dan orang lanjut usia yi penurunan jml jaringan lemak, peningkatan jaringan otot, peningkatan BMR, penurunan total kolesterol, peningkatan kekuatan isometrik dan kemampuan kerja fisik; namun dampak pemakaian jangka lama belum diketahui, jadi indikasi tsb statusnya masih taraf penelitian.
n Hormon pertumbuhan perlu diberikan 3 kali seminggu selama masa pertumbuhan. Pada saat pubertas perlu ditambahkan pemberian hormon kelamin agar terjadi pematangan organ kelamin yg sejalan dg pertumbuhan tubuh. Evaluasi terapi dilakukan 6 bulan setelah pengobatan. Terapi dikatakan berhasil bila terlihat pertambahan tinggi minimal 5 cm. Tampaknya pengobatan lebih berhasil pada mereka yg gemuk. Pertumbuhan sangat kecil atau hampir tidak ada pada usia 20-24 tahun. Resistensi, yg sangat jarang terjadi, biasanya disebabkan oleh timbulnya antibodi thd hormon pertumbuhan; hal ini dpt diatasi dg menaikkan dosis.
SEDIAAN
n Sediaan hormon pertumbuhan yg mula-mula digunakan dalam terapi ialah ekstrak hipefisis manusia hasil autopsi (somatropin), sebab hormon hasil ekstraksi hipofisis hewan tidak efektif pada manusia. Hormon pertumbuhan hasil rekayasa genetik kini telah digunakan dalam klinik. Penggunaan hormon hasil rekayasa genetik memperkecil kemungkinan efek samping yg ditimbulkan oleh bahan protein manusia yg belum tentu bebas penyakit. Hal ini menjadi masatah setelah ditemukannya kasus penyakit Creutzfeldt-Jacob, yi degenerasi susunan saraf yg disebabkan oleh virus Creutzfeldt-Jacob yg sulit dideteksi, shg kontaminasinya dalam sari hipofisis manusia tidak dpt dihindr. Kasus penyakit yg sangat jarang ini ditemukan pada penderita yg mendpt sediaan hormon pertumbuhan ekstraksi hipofisis manusia. Karena hal di atas, pada pertengahan 1985 beberapa negara, antara lain USA, telah melarang penggunaan sediaan sari hipofisis manusia.
SOMATREM.
n Hormon pertumbuhan yg dihasilkan dg cara rekayasa genetik ini memiliki 1gugus metionin tambahan pada terminal-N. Hal ini mungkin menjadi penyebab timbulnya antibodi dalam kadar rendah thd sediaan ini pada + 30% pasien, adanya antibodi ini tak mempengaruhi perangsangan pertumbuhan oleh hormon. Efek biologisnya sama dg somatropin. Satu miligram somatrem setara dg 2,6 IU hormon pertumbuhan.
KEGUNAAN KLINIK
n Diindikasikan untuk defisiensi hormon pertumbuhan pada anak. Penggunaan pada defisiensi parsial dan anak pendek normal masih dalam taraf penelitian. Pemberiannya intramuskular tetapi pemberian subkutan ternyata sama efektif dan kurang sakit shg lebih disukai. Bila terapi tak berhasil setelah 6 bulan obat harus dihentikan.
DOSIS
n dosisnya harus disesuaikan kebutuhan perorangan, maksimum 0,1 mg/kg tiga kali seminggu.
n Dosis total seminggu dpt juga dibagi dalam 6-7 kali pemberian, beberapa penelitian menunjukkan bahwa respons lebih baik bila obat diberikan tiap hari. Pengobatan diteruskan sampai terjadinya penutupan epifisis atau bila tak ada lagi respons.
EFEK SAMPING.
n Hiperglikemia dan ketosis (diabetogenik) bisa terjadi pada pasien dg riwayat diabetes melitus.
SOMATROPIN.
n Secara kimia identik dg hormon pertumbuhan manusia, tetapi dibuat dg rekayasa genetik. Efek biologik sama tetapi tidak ada resiko kontaminasi virus penyebab penyakit Creutzfeldt-Jacob. Satu miligram obat ini setara 2,6 IU hormon pertumbuhan.
Kegunaan klinik, Sama dg somatrem.
EFEK SAMPING DAN INTERAKSI OBAT.
n Pembentukan antibodi hanya pada 2% pasien, antibodi ini juga tidak menghambat efek perangsangan pertumbuhan. Glukokortikoid diduga dpt menghambat perangsangan pertumbuhan oleh hormon ini.
CARA PEMBERIAN.
n IM dan SC seperti somatrem, begitu pula lama pengobatan. Dosis maksimum 0,06 mg/kg dibagi tiga kali pemberian dalam seminggu, atau 6-7 kali pemberian dalam seminggu. Ada juga yg menggunakan dosis sama dg somatrem. Telah diketahui bahwa umumnya pengobatan dg hormon pertumbuhan menunjukkan respons yg makin lama makin menurun. Suatu penelitian menunjukkan bahwa menaikkan dosis pada saat respons menurun dpt kembali meningkatkan respons, tanpa etek samping pada metabolisme karbohidrat maupun lipid, Saat penyuntikan mungkin mempengaruhi hasil. Penyuntikan pada malam hari kurang mempengaruhi pola metabolisme (lipid intermediate, serum alanin, laktat) dibandingkan pada pagi hari.
C. HORMON PROLAKTIN
Prolaktin (hormon yang menghasilkan ASI)
n Prolaktin manusia berperan dalam fungsi fisiologik dan keadaan patologik tertentu.
n Rumus kimia prolaktin sangat mirip hormon pertumbuhan, sebagian rantai polipeptidanya identik dg hormon tsb.
n Satu-satunya fungsi prolaktin adalah dalam laktasi.
n Prolaktin mempengaruhi fungsi kelenjar susu dlm mempersiapkan, memulai dan mempertahankan laktasi.
n Fungsi laktasi dipengaruhi oleh kortikosteroid, tiroid dan hormon kelamin yg semuanya tergantung pada hormon tropik hipofisis.
n In vitro prolaktin melancarkan proliferasi dan diferensiasi saluran dan epitel alveolar kelenjar susu, juga terjadi peningkatan sintesis RNA dan perangsangan sintesis protein susu serta enzim utk sintesis laktosa.
n Pada manusia prolaktin menghambat sekresi gonadotropin dan kerjanya pada gonad.
n Hisapan bayi sewaktu menyusu merupakan perang-sang sekresi prolaktin selama masa menyusui
n Meningginya kadar prolaktin mengakibatkan hambatan thd gonadotropin yg selanjutnya mempengaruhi fungsi ovarium.
n Hal tersebut menjelaskan infertilitas sementara pd ibu yg menyusui.
Laktogen uri insani (human placental lactogen).
n Zat ini tdp dlm urin serta memiliki efek laktogenik dan aktivitas hormon pertumbuhan.
n Secara imunologik zat ini mirip hormon pertumbuhan.
n Nama lainnya ialah somatomamotropin korion. Fungsinya diduga berhubungan dg nutrisi fetus, serta pertumbuhan dan perkembangannya.
PENGATURAN
n Pengaturan sekresi prolaktin berada di bawah pengaruh hipotalamus, uniknya faktor penghambat (Prolactin Release Inhibitoring Hormon - PRIH) leblh berperan dp faktor perangsang (Prolacting Releasing Factor - PRF).
n Obat yg dpt mempengaruhi kadar prolaktin dalam darah ialah reserpin, haloperidol, imipramin, klorpromazin dan amitriptilin, yg sebagian merupakan antagonis dopamin.
n Peningkatan kadar prolaktin oleh obat ini dpt disertai galaktore, sedangkan derivat ergot dan I-dopa menghambat sekresi prolaktin.
n Kadar normal prolaktin dalam darah 5-10 ng/ml, pada pria sedikit lebih rendah.
n Kadarnya meningkat pada masa hamil dan mencapai puncak pada saat partus (200 ng/ml), juga pada stres fisik dan mental, hipoglikemia dan fluktuasi kadar estrogen.
n Prolaktin diduga merupakan salah satu faktor yg berperan dalam terjadinya tumor mama.
n Pada tikus pemberian prolaktin meningkatkan insidens tumor mama, tetapi kadar prolaktin tidak meningkat pada penderita tumor mama.
n Agaknya hormon Ini hanya berperan sebagai faktor pembantu yg memudahkan terjadinya tumor.
n Pemberian prolaktin terbukti memudahkan terjadinya tumor mama pada tikus yg diberi zat karsinogenik.
IMPLIKASI KLINIK
n Berdasarkan terdptnya peningkatan prolaktin pada keadaan patologik tertentu, maka diharapkan penurunan kadar prolaktin pada keadaan tsb dpt memperbaiki keadaan.
n Pengendalian kadar prolaktin dpt dilakukan dg pemberian L-dopa atau bromokriptin.
n Bromokriptin lebih efektif utk tujuan ini dan dpt mengatasi galaktore, amenore sekunder dan hambatan ovulasi pada penderita tumor hipofisis anterior.
n Galaktore dan amenore hilang dalam beberapa minggu dan kehamilan dpt terjadi. Beberapa tumor penghasil prolaktin mengecil pada pengobatan dg bromokriptin. Bila pengobatan dihentikan, tumor akan tumbuh kembali.
Menghentikan laktasi post-partum.
n Setelah melahirkan, kadar prolaktin tetap tinggi selama 2-3 minggu.
n Bila oleh suatu sebab laktasi harus dihentikan, bromokriptin diberikan selama 14 hari post partum.
n Penghentian bromokriptin setelahnya tidak akan disertai peninggian sekresi prolaktin dan laktasi. Dalam hal ini, begitu sekresi prolaktin dihambat dan rangsang hisapan bayi tidak ada maka kondisi hormonal yg diperlukan utk memulai kembali laktasi hilang.
n Tanpa pemberian bromokriptin, laktasi juga akan menghilang dg sendirinya bila tidak ada rangsang hisapan, tetapi biasanya disertai pembengkakan payudara yg menimbulkan nyeri.
Hormon Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisa bagian depan yang ada di dasar otak. Prolaktin merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI, sedangkan rangsangan pegeluaran prolaktin ini adalah pengosongan ASI dari gudang ASI (Sinus Lactiferus). Semakin banyak ASI yang dikeluarkan dari payudara maka semakin banyak ASI yang diproduksi, sebaliknya apabila bayi berhenti menghisap atau sama sekali tidak memulainya, maka payudara akan berhenti memproduksi ASI.
Setiap isapan bayi pada payudara ibunya akan merangsang ujung saraf di sekitar payudara. Rangsangan ini diantar ke bagian depan kelenjar hipofisa untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin dialirkan oleh darah ke kelenjar payudara dan akan merangsang pembuatan ASI. Jadi, pengosongan gudang ASI merupakan rangsangan diproduksinya ASI.
Kejadian dari perangsangan payudara sampai pembuatan ASI disebut refleks Produksi ASI atau Refleks Prolaktin, dan semakin sering ibu menyusui bayinya, akan semakin banyak pula produksi ASI-nya. Semakin jarang ibu menyusui, maka semakin berkurang jumlah produksi ASI-nya.
Pada efek lain prolaktin, prolaktin mempunyai fungsi penting lain, yaitu menekan fungsi indung telur (Ovarium), dan akibatnya dapat memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid, dengan kata lain ASI eksklusif dapat menjarangkan kehamilan. (Roesli, 2001).
Oksitosin (hormon yang menghasilkan ASI)
Hormon oksitosin berasal dari bagian belakang kelenjar hipofisa yang terdapat di dasar otak. Sama halnya dengan hormon proaktin, hormon oksitosin diproduksi bila ujung saraf sekitar payudara dirangsang oleh isapan bayi. Oksitosin masuk ke dalam darah menuju payudara, membuat otot-otot payudara mengerut disebut hormon oksitosin. Kejadian ini disebut refleks pengeluaran ASI, refleks oksitosin atau let down refleks.
Reaksi bekerjanya hormon oksitosin dapat dirasakan pada saat bayi menyusu pada payudara ibu. Kelenjar payudara akan mengerut sehingga memeras ASI untuk keluar. Banyak wanita dapat merasakan payudaranya terperas saat menyusui, itu menunjukkan bahwa ASI mulai mengalir dari pabrik susu (alveoli) ke gudang susu (Ductus Lactiferous).
Bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup apabila hanya mengandalkan reflek prolaktin saja, dan harus dibantu oleh refleks oksitosin. Bila reflek ini tidak bekerja, maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai, walaupun produksi ASI cukup. Refleks oksitosin lebih rumit dibandingkan refleks prolaktin, karena refleks ini berhubungan langsung dengan kejiwaan atau sensasi ibu. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan menghambat produksi ASI. (Roesli, 2001).
Berdasarkan pernyataan di atas maka, refleks oksitosin itu juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yaitu lingkungan dimana ibu dan bayi tinggal. Ketidakpedulian akan ketenangan ibu dan bayi akan membuat ibu frustasi yang akibatnya ibu merasa sedih, bingung, kesal dan marah sebagai dampak kejiwaan sehingga mempengaruhi kerja hormon oksitosin. Hal tersebut menuntut lingkungan terdekat yaitu keluarga untuk berperan dalam menciptakan suasana ketenangan dan kenyamanan ibu dan bayi.
Adapun dalam pemeliharaan laktasi terdapat dua faktor penting yaitu:
1. Rangsangan
Bayi yang minum air susu ibu perlu sering menyusu, terutama pada hari neonatal awal. Penting bahwa bayi’difiksasi’ pada payudara dengan posisi yang benar apabila diinginkan untuk meningkatkan rangsangan yang tepat. Rangsangan gusi bayi sebaiknya berada pada kulit areola, sehingga tekanan diberikan kepada ampulla yang ada di bawahnya sebagai tempat tersimpannya air susu. Dengan demikian bayi minum dari payudara, dan bukan dari papilla mammae.
Sebagai respons terhadap pengisapan, prolaktin dikeluarkan dari grandula pituitaria anterior, dan dengan demikian memacu pembentukan air susu yang lebih banyak. Apabila karena suatu alasan tertentu bayi tidak dapat menyusu sejak awal, maka ibu dapat memeras air susu dari payudaranya dengan tangan atau menggunakan pompa payudara. Tetapi pengisapan oleh bayi akan memberikan rangsangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kedua cara tersebut.
2. Pengosongan payudara secara sempurna
Bayi sebaiknya mengosongkan satu payudara diberikan payudara yang lain. Apabila bayi tidak mengosongkan payudara yang kedua, maka pada pemberian air susu yang berikutnya payudara yang kedua ini yang diberikan pertama kali, atau bayi mungkin sudah kenyang dengan satu payudara, maka payudara yang kedua digunakan pada pemberian air susu berikutnya. Apabila diinginkan agar bayi benar-benar puas (kenyang), maka bayi perlu diberikan baik air susu pertama (fore-milk) maupun air susu kedua (hind-milk) pada saat sekali minum. Hal ini hanya dapat dicapai dengan pengosongan sempurna pada satu payudara.
D. OBAT HORMON PROLAKTIN
Reserpin: Reserpine merupakan obat yang disebut rauwolfia alkaloid. Reserpine bekerja dengan cara mengurangi jumlah zat kimia tertentu dalam otak (misalnya norepinephrine dan serotonin), yang mana membantu merendahkan tekanan darah dan mengurangi peradangan pada pasien yang memiliki masalah mental tertentu.
Indikasi:
Untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), dan kadang juga digunakan untuk mengobata keadaan psikotik seperti skizofrenia.
Dosis:
Untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), dan kadang juga digunakan untuk mengobata keadaan psikotik seperti skizofrenia.
Dosis:
1. Dosis awal: 0.5 mg/hari melalui mulut (per oral), dalam dosis dibagi, selama 2 minggu.
2. Kemudian kurangi menjadi Dosis Rumatan: 0.1-0.25mg/hari melalui mulut (per oral).
3. Dosis maskimum: 0.5 mg/hari
Efek Samping:
1. Efek CNS (sakit kepala, depresi, keadaan mengantuk, kepeningan, kelesuan, mimpi buruk); efek berturut-turut (hidung tersumbat), efek GI (peningkatan motilitas GI seperti kram perut, dan peningkatan sekresi asam lambung, dan yang kurang umum: perubahan nafsu makan, berat badan, mulut kering).
2. Efek lainnya yang kurang umum: Galactorrhea, peningkatan konsentrasi prolaktin, impotensi, pengendapan Na (Natrium), edema, ruam, thrombocytopenic purpura.
Instruksi Khusus:
1. Hindari penggunaan pada pasien pheochromocytoma.
2. Gunakan dengan hati-hati pada pasien depresi atau yang memiliki riwayat depresi, bisul perut aktif, radang usus besar (ulcerative colitis), penyakit Parkinson, pada pasien yang lebih tua, penderita arrhythmias, MI (myocardial infarction), kerusakan ginjal, batu empedu, epilepsi, allergic bronchial asthma.ir/ir)
Haloperidol:
Haloperidol adalah obat yang dikategorikan ke dalam agen antipsikotik, antidiskinetik, dan antiemetik. Obat ini diindikasikan untuk kelainan psikotik akut dan kronik, seperti skizofrenia, gangguan manik, dan psikosis yang diinduksi obat misalnya psikosis karena steroid. Haloperidol juga berguna pada penanganan pasien agresif dan teragitasi. Selain itu, obat ini dapat digunakan pada pasien sindrom mental organik dan retardasi mental. Pada anak haloperidol sering digunakan untuk mengatasi gangguan perilaku yang berat.
Secara umum haloperidol menghasilkan efek selektif pada sistem saraf pusat melalui penghambatan kompetitif reseptor dopamin (D2) postsinaptik pada sistem dopaminergik mesolimbik. Selain itu, haloperidol bekerja sebagai antipsikotik dengan meningkatkan siklus pertukaran dopamin otak. Pada terapi subkronik, efek antipsikotik dihasilkan melalui penghambatan depolarisasi saraf dopaminergik.
Haloperidol memiliki beberapa karakteristik farmakodinamik. Konsentrasi plasma terapi obat ini berkisar 4-20 nanogram per mL (0.01-0.05 mikromol per L). Ikatan haloperidol dengan protein dalam darah sangat tinggi yaitu mencapai 92%. Pada penggunaan secara oral, tingkat absorpsi haloperidol adalah 60%. Volume distribusinya adalah 18 L/Kg. Sekitar 40% dari dosis oral tunggal akan dieliminasi melalui ginjal. Biasanya obat ini diekskresikan melalui urin dalam lima hari. Sejumlah 15% dari dosis oral diekskresikan melalui feses oleh eliminasi empedu.
Pada remaja dan dewasa, haloperidol sebagai antipsikotik dan antidiskinetik digunakan secara oral dengan dosis awal sebesar 500 mcg (0.5 mg) sampai 5 mg sebanyak 2 -3 kali per hari. Peningkatan dosis dapat dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan dan daya toleransi. Batas dosis pada orang dewasa adalah 100 mg per hari.
Pada anak-anak yang berusia 3-12 tahun dengan berat badan dalam kisaran 15-40 Kg, haloperidol dikonsumsi secara oral dengan dosis awal 50 mcg (0.05 mg) per Kg/BB/hari (dibagi ke dalam 2-3 dosis). Sementara itu, pada pasien usia lanjut dosis yang digunakan adalah 500 mcg– 2 mg sebanyak 2-3 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sesuai kebutuhan dan toleransi yang diperbolehkan.
Efek samping: haloperidol berbeda pada berbagai tingkatan usia. Efek samping yang sering terjadi pada anak-anak adalah efek piramidal. Sementara itu, pada pasien usia lanjut efek samping yang sering muncul adalah efek ekstrapiramidal dan hipotensi ortostatik. Efek samping itu dapat dicegah dengan penggunaan dosis awal yang lebih rendah dan peningkatan dosis secara bertahap.
Penggunaan haloperidol harus disesuaikan dengan keadaan individu dan usia pasien. Pemberiannya harus mempertimbangkan faktor risiko dan manfaat untuk menghindari timbulnya efek samping yang lebih berbahaya. Dengan demikian, pasien yang menggunakan obat ini harus membaca petunjuk pemakaian dengan seksama.
Imipramin :
Merupakan suatu senyawa derivat dari dibenzazepin yang karena struktur kimianya disebut sebagai antidepresi trisiklik. Bersama Amitriptilin obat ini obat ini paling banyak digunakan untuk terapi depresi dan dianggap sebagai pengganti penghambat MAO (Monoamin Oksidase) yang tidak banyak digunakan lagi. Obat ini telah dibuktikan dapat mengurangi keadaan depresi, terutama depresi endogenik dan psikogenik. Perbaikan berwujud sebagai perbaikan suasana (mood), bertambahnya aktivitas fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang lebih baik, serta berkurangnya pikiran morbid. Obat ini tidak menimbulkan euphoria pada orang normal
Antidepresan trisiklik lebih baik dibanding senyawa penghambat monoamin oksidase dan menimbulkan efek samping yang lebih rendah.
Efek samping: mulut kering, mata kabur, konstipasi, takikardia dan hipotensi.
Berdasarkan struktur kimia di atas, Imipramin kemudian ditemukan derivat desmetil yaitu desipramin (demetilasi imipramin). Imipramin merupakan senyawa prodrug yang di dalam tubuh akan dimetabolisme di hati secara cepat (N-demetilasi) menjadi bentuk senyawa aktif desipramin. Potensi relatif dari metabolit desipramin jauh lebih besar dibandingkan dengan imipramin sendiri.
Farmakodinamika Imipramin
Mekanisme kerja Imipramin sebagai antidepresan belum sepenuhnya diketahui [2]. Namun kemungkinannya Imipramin bekerja dengan cara menghambat ambilan kembali (reuptake) neuron transmitter seperti norepinefrin dan serotonin di ujung saraf pada sistem saraf pusat.Berdasarkan struktur kimianya, obat antidepresi golongan trisiklik pada gugus metilnya terdapat perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali berbagai neurotransmitter. Amin sekunder yang menghambat ambilan kembali norepinefrin dan amin tertier menghambat ambilan kembali serotonin pada sinap neuron
Farmakokinetika Imipramin
Imipramin diabsorpsi secara cepat di saluran cerna walau tidak sempurna (50%). Kadar plasma puncak terjadi pada 0,5 – 1 jam setelah pemberian per oral. Dengan waktu paruh 16 jam.
Pemberian dosis: 100 – 200 mg/hari.
E. OBAT ANATESI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh/ hilangnya sensasi nyeri ( rasa sakit ) yang disertasi maupun yang tidak disertai hilang kesadaran. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Sesuai Cara Penggunaan
Kebutuhan dan cara kerja anestesi beranekaragam. Anestesi juga memiliki cara penggunaan yang berbeda sesuai kebutuhannya. Tak hanya cara disuntikkan saja, tetapi juga dihirup melalui alat bantu nafas. Beberapa cara penggunaan anestesi ini di antaranya:
A. Melalui Pernafasan
Beberapa obat anestesi berupa gas seperti isoflurane dan nitrous oxide, dapat dimasukkan melalui pernafasan atau secara inhalasi. Gas-gas ini mempengaruhi kerja susunan saraf pusat di otak, otot jantung, serta paru-paru sehingga bersama-sama menciptakan kondisi tak sadar pada pasien.
Penggunaan bius jenis inhalasi ini lebih ditujukan untuk pasien operasi besar yang belum diketahui berapa lama tindakan operasi diperlukan. Sehingga, perlu dipastikan pasien tetap dalam kondisi tak sadar selama operasi dilakukan.
B. Injeksi Intravena
Sedangkan obat ketamine, thiopetal, opioids (fentanyl, sufentanil) dan propofol adalah obat-obatan yang biasanya dimasukkan ke aliran vena. Obat-obatan ini menimbulkan efek menghilangkan nyeri, mematikan rasa secara menyeluruh, dan membuat depresi pernafasan sehingga membuat pasien tak sadarkan diri. Masa bekerjanya cukup lama dan akan ditambahkan bila ternyata lamanya operasi perlu ditambah.
C. Injeksi Pada Spinal/ Epidural
Obat-obatan jenis iodocaine dan bupivacaine yang sifatnya lokal dapat diinjeksikan dalam ruang spinal (rongga tulang belakang) maupun epidural untuk menghasilkan efek mati rasa pada paruh tubuh tertentu. Misalnya, dari pusat ke bawah.Beda dari injeksi epidural dan spinal adalah pada teknik injeksi. Pada epidural, injeksi dapat dipertahankan dengan meninggalkan selang kecil untuk menambah obat anestesi jika diperlukan perpanjangan waktu tindakan. Sedang pada spinal membutuhkan jarum lebih panjang dan hanya bisa dilakukan dalam sekali injeksi untuk sekitar 2 jam ke depan.
D. Injeksi Lokal
Iodocaine dan bupivacaine juga dapat di injeksi di bawah lapisan kulit untuk menghasilkan efek mati rasa di area lokal. Dengan cara kerja memblokade impuls saraf dan sensasi nyeri dari saraf tepi sehingga kulit akan terasa kebas dan mati rasa.
Risiko & Efek Samping Obat Bius
Menggunakan obat bius memang sudah merupakan kebutuhan untuk tindakan medis tertentu. Sebagaimana penggunaan obat-obatan, anestesi juga memiliki risiko tersendiri. Bius lokal, efek samping biasanya merupakan reaksi alergi. Namun, pada anestesi regional dan umum, Roys menggolongkan efek samping berdasarkan tingkat kejadian.
1. Cukup Sering
Dengan angka kejadian 1 : 100 pasien, prosedur anestesi dapat menyebabkan risiko efek samping berupa mual, muntah, batuk kering, nyeri tenggorokan, pusing, penglihatan kabur, nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, nyeri kepala, nyeri punggung, gatal-gatal, lebam di area injeksi, dan hilang ingatan sementara.
2. Jarang
Pada angka kejadian 1 : 1000 pasien, anestesi dapat berisiko menyebabkan infeksi dada, beser atau sulit kencing, nyeri otot, cedera pada gigi, bibir, dan lidah, perubahan mood atau perilaku, dan mimpi buruk.
3. Sangat Jarang
Risiko yang sangat jarang terjadi dengan angka kejadian 1 : 10.000/ 200.000 pasien, diantaranya dapat menyebabkan cedera mata, alergi obat yang serius, cedera saraf, kelumpuhan, dan kematian.Efek samping ini bisa permanen jika sampai menyebabkan komplikasi seperti cedera saraf yang menyebabkan kelumpuhan. Atau, pada kasus infeksi dada disertai penyakit jantung, memperbesar risiko komplikasi penyakit jantung.
Resistensi Bius
Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang tak mendapatkan efek bius seperti yang diharapkan. Atau, yang kerap disebut resisten terhadap obat bius. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseorang resisten terhadap obat bius di antaranya:
- Pecandu alkohol
- Pengguna obat psikotropika seperti morfin, ekstasi dan lainnya
- Pengguna obat anelgesik
Pada orang-orang tadi telah terjadi peningkatan ambang rangsang terhadap obat bius yang disebabkan efek bahan yang dikonsumsi dan masih beredar dalam tubuhnya.
Agar Obat Bius Optimal & Aman
Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap obat bius, sebaiknya pasien benar-benar memastikan kondisi tubuhnya cukup baik untuk menerima anestesi.
- Menghentikan penggunaan obat anelgetik, paling tidak 1-2 hari sebelum dilakukan prosedur anestesi.
- Menghentikan konsumsi obat-obatan yang berefek pada saraf pusat seperti morfin, barbiturat, amfetamin dan lainnya, paling tidak 1-3 hari sebelum anestesi dilakukan.
- Berhenti mengonsumsi alkohol paling tidak 2 minggu sebelum penggunaan anestesi,
- Berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum anestesi dilakukan.
Berdasarkan Sifat Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja. Namun, secara awam obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum.
A. Anestesi Lokal
Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, perawatan kecantikan seperti sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi geraham terakhir atau gigi berlubang, mengangkat mata ikan, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan.
Anestesi lokal merupakan tindakan memanfaatkan obat bius yang cara kerjanya hanya menghilangkan rasa di area tertentu yang akan dilakukan tindakan. Caranya, menginjeksikan obat-obatan anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Obat-obatan yang diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-saraf tepi yang ada di area sekitar injeksi sehingga tidak mengirimkan impuls nyeri ke otak.
Anestesi lokal ini bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri.
Anastesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila di kenakan secara lokal jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat ini bekerja dengan tiap susunan saraf.sebagai contoh bila anastesi local di kenakan pada korteks motoris, impuls yang dialirkan pada daerah tersebut terehenti, dan bila disuntikkan di dalam kulit maka transmisi impuls sensorik dihambat.pemberian anastesi local pada batang saraf menyebabkan paralis sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Banyak macam zat yang dapat mempengaruhi hantarean saraf, tapi pada umumnya tidak dapat dipakai karena menyebabkan kerusakan permanen pada sel saraf. Paralis saraf olehanastesi local yang bersifatreversibe, tanpa merusak serabur sel saraf.
Anastesi lokalyang pertama ditemukan adalah kokain, yaitu alkaloid yang terdapat dalam daun Erythroxlon coca, semacam tumbuhan belukar.
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
- Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
- Batas keamanan harus lebar
- Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa
- Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
- Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
Anatesi lokal yang bersifat ideal
Anastesi local sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan sarafsecar permanen. Kebanyakan anastesi local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anastesi local kan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan, zat anastesi local juga harus larut dalam air stabil dalam larutan dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
Mekanisme kerja
Anastesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf, tempat kerja utamanya di aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana diketahui, potensial aksi saraf terjadi krena adanya adanya peningkatan sesaat (sekilas) permeabilitas membrane terhadap ion Na+ akibat depolarisasi ringan pada membrane.peroses fundamental inilah yang dihambat oleh anastesi local hal ini terjadi karenma adanya interaksi langsung antara zat anastesik lokaldengan kanal Na + yang peka terhadap adanya perubahan voltase muatan listrik ( voltage sensitive channels) dengan semakin bertambahnya efek anastesi local didalam saraf, maka ambang rangsang membrane akn meningkat secara bertahap, kevcepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan factor pengaman ( safety factor ) konduksi saraf juga berkurang. Factor – factor ini akan mengakibatkan penurunan menjalarnay potensial aks dengan demikianmengakibatkan kegagalan konduksi saraf.
Farmakodinamik
Selain menghambat hantaran saraf tepi, anastesi local juga mempunyai efek samping pada SSP, ganglia otonom, sambungan saraf otot dan semua jenis serabut otot.
1. Susunan saraf pusat ( SSP )
Semua anastesi local menghambat SSP, menyebabkan kegelisahan dan tremor yang mungkin berubah menjadi kejang klonik, secara umum makinkuat suatu anastesik makin mudah menimbulakn kejang. Peningkatan ini akan diikuti depresi dan kematian biasanya terjadi karena kelumpuhan nafas.
Disini penggunaan perangsang nafastidak efektif sebab anastesiklokal sendiri merangsang pernafasan ; depresi nafas timbul karena perangsangan SSP yang berlebihan.peranagsangan yang kemudian disusul olehdepresi pada pemakaiananastesik local hanaydisebabkan. oleh depresi pada aktifitas neuron. Perangsangan terjadi karena adanya depresi selektif pada neuron penghambat.
Pada keracunan lanjut, disamping memperbaiki pernafasan, penting jugan meg gunakan hipnotikuntuk mencegah dan mengobati kejan. Dosis sedative barbiturate kurang bermanfaat untuk menghentikan kejang akibat keracunan anastesik local. Pada hal ini Diazepam IV merupakan obat terpilih, untuk mencegah maupun mengobati kejang. Kokain sangat kuat merangsang korteks dan menimbulkan adiksi pada penggunaan berulang,sebaliknya anastesi local sintetik umumnya kurang merangsang korteks dan tidak menyebabkan adiksi.
2. Sambungan saraf otot dan ganglion
Anstesik local dapat mempengaruhi transmisi disambungan saraf otot, yaitu menyebabkan berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf atau suntikan asitelkolin antra- arteri sedangkan perangsangan listrik langsung pada otot masih menyebabakan kontraksi. Prokain dapat mengurangi produksi asetilkoli pada ujung saraf motorik, khasiat prokain dan fisostigmin berlawanan. Prokain dan korare bersifat adiktif. Berbeda dengan kurare prokain mempunyai efek nyata pada akhir serabut praganglion pada sel ganglion.
3. System kardiovaskular
Pengaruh utama pada anastesi local pada miokard adalah menyebabkan penurunan ekitabilitas, kecepatan konduksi dan kontaraksi. Anastesik local sintetik juga menyebabkan vasodilatasi arteriol. Efek anastetik lokal terhadp system kardiovaskular biasanya baru terlihat sesudah dicapai kadar obatsistemik yang tinggi dan sudah menimbulkan efek pada SSP. Walaupun jarang pada pemakaian anastetik local dosis keciluntuk anastesia infiltrasi dapat terjadi kolaps kardiovaskular dan kematian. Mekanisme belum de]iketahu diduga karena henti jantung sebagai akibat kerja anastesi local pada nodu SA dan timbulnya fiblirasi ventrikel secara mendadak . keadaan ini masuknya zat anastetik local ke ruang intravascular secra tidak sengaja, terutama bila zat anastetik local tersebut mengandung epinefrin.
4. Otot polos
In vitro maupun in vivo, anastetik local berefek spasmolitik yang tidak berhubungan dengan anastetik. Efek spasmolitik ini disebabkan oleh depresi langsung pada otot polos. Depresi pada reseptor sensorik sehinga menyebabkan hilangnya tonus reflex setempat.
5. Alergi
Dermatitis alergi serangan asma atau anafilaktik yang fatal dapat timbul akibat anastetik local. Reaksi alergi ini terutama terjadi pada penggunaan obatanastetik local golongan obat ester, yang pada hidrolisisdihasilakn asam paraaminobenzoat (PABA) dan PABA inilah yang diduga menyebabkan timbulnya alergi tersebut.
KOKAIN
Kokain atau Benzoilmetillekgonin di dapat dari daun Erythoxylon coca, dan spesies Eryhthoxylon lainnya. Yaitu tumbuhan yang tumbuh di daerah peru dan Bolivia.
Famakodinamik
Efek kokain yang palin penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila dikenakan secara local efek sistemiknya yang paling mencolok adalah pada SSP.
1. Susunan saraf pusat
Kokai merupakan perangsang korteks yang paling kuat . pada manusia zat inimenyebabkan banyak bicara,gelisah dan euphoria, ada petunjuk bahwa kekuatan mental bertambah dan kapasitas otot meningkat. Hal ini mungkin disebabkan olehberkurangnya rasa lelah, adiksi dan toleransi terhadap efek ini etrjadi pada pemaikaian kokain berulang.
2. System kardiovaskular
Kokain dosis kecil memperlambat kerja jantungakibat perangsangan pusat vagus, pada dosis sedang denyut jantung bertambahkarena perangsangan pusat simpatisdan efek langsung pada system saraf simpatis. Pemberian Kokain IV dengan dosis besar dapat menyebabkan kematian mendadak karena payah jantung sebagai akibat efek toksik langsung pada otot jantung. Pemberian kokain sistemik umumnya dapat menyebabkanpenurunan tekanan darah walaupun mula- mula terjadi kenaikan akibat vasokontriksi ini disebabkan oleh perangsangan vasomotor secara ventral.
3. Otot skelet
Tidak ada bukti bahwa kokain dapat menambah kekuatan kontraksi otot. Hilangnya kelelahan disebabkan oleh perangsangan sentral.
4. Suhu badan
Kokain mempunyai daya pirogen kuat kenaikan suhu badan disebabkan oleh 3 faktor yaitu :
a. Penambahan aktifitas otot akan meninggikan produksi panas
b. Vasokontriksi menyebabkan berkurangnya kehilangan panas
c. Efek langsung pada pusat pengatur suhu,
Pada keracunan kokain dapat menyebabkan pireksia.
5. System saraf simpatik
Pada organ yang mendapat persaraf simpatis, kokain mengadakan potensiasi responsn terhadap norepinefrin, epinefrin dan rangsangan saraf simpatis. kokain merupakan satu- satunya anastesi yang memepunyai sifat sensitisasi terhadap katekolamine dan hal inlah yang menyebaakan kokain dapat menimbulkan vasokosntriksi dan midriasis.
Efek anastetik local.
Efek local kokain terpenting taitu kemampuyannya untuk memblokade konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan secara luas untuk tindakan dibidang oftalmologi : tetapi kokain ini dapat m,engakibatkan terkelupasnya epitel kornea.atas dasar ini, dan adanya kemungkinan menyalahgunakan obat , maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topical, khususnya untuk anastesi saluran nafas atas.
Farmakokinetik
Walaupun vasokonstriksi local menghambat absorbs kokain, kecepatan absorsi masih melebihi kecepatan detoksikasi dan keskresinya sehingga kokain sangat toksik. Kokain di absorsi dari segala tempat,temasuk selaput lender.pada pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis. Sebagian besar kokain mengalami detoksikasi di hati, dan sebagian kecil di eksresi bersama urin dalam utuh. Diperkirakan hati dapat melakukan detoksikasi kokain sebanyak satu dosis letal minimal dalam 1 jam ; detoksikasi kokain tidak secepat detoksikasi anastetik local sintetik.
Intoksikasi
Kokain sering mneyebabkan keracunan akut. Diperkirakan besarnya dosis fatal adalah 1,2 gram, tetapi keracunan hebat dengan dosis 12 mg/ pernah dilaporkan .gejala keracunan terutama berhubungan dengan perangsangan SSP. Pasien mudah terangsang, gelisah, banyak bicara, cemas dan bingung.refleks meningkat disertai sakit kepala, nadi cepat, nafas tidak teratur dan suhu badan naik. Juga terjadi midriasis, eksotalmis,mual, muntah, sakit perut dan kesemutan.selanjutnya dapat timbul delirium, pernafasan Cheyne-stokes, kejang penurunan kesadarandan akhirnya kematian disebabkan henti nafas. Keracunan ini berlangsung cepat, mungkin karena kecepatan absorbs yang abnormal dan efek toksik pada jantung.
ANASTETIK LOKAL SINTETIK
Prokain:
Nama obat (merek) Extracain 2 % 2 ml ampulNama generik(isi obat) Procaine HCL 2 %Jumlah dosis (mg/g) 100 ampul 2 mlIndikasi obat Anestesi lokal
Kontraindikasi obat Digunakan untuk pasien alergi (asma, urticarial), epilepsy, anak-anak dibawah 30 bulan gangguan kondiksi jantung, kerusakan hati, lansia, syok
Farmakokinetik Variasi koefisien procain=0,02 dan pH 8,9. setelah injeksi difusi sangat cepat dan luas, memberikan efek optimal dr 2 menit-40 menit. Masuk ke dalam hati, kemudian dihidrolisis di plasma oleh pseudocholinesterase dalam asam paraaminobenzoid. 80% dari asam paraminobenzoid di kombinasikan atau dikeluarkan dalam unit, 20% di metabolis di hati. Eliminasi berakhir beberapa menit.
Kontraindikasi obat Digunakan untuk pasien alergi (asma, urticarial), epilepsy, anak-anak dibawah 30 bulan gangguan kondiksi jantung, kerusakan hati, lansia, syok
Farmakokinetik Variasi koefisien procain=0,02 dan pH 8,9. setelah injeksi difusi sangat cepat dan luas, memberikan efek optimal dr 2 menit-40 menit. Masuk ke dalam hati, kemudian dihidrolisis di plasma oleh pseudocholinesterase dalam asam paraaminobenzoid. 80% dari asam paraminobenzoid di kombinasikan atau dikeluarkan dalam unit, 20% di metabolis di hati. Eliminasi berakhir beberapa menit.
Lidokain : (neo-Novutox®, Xylocain®, Xylestesin®)
Lidokain adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Kekuatan kerja 4 kali prokain
sedangkan toksisitasnya 2 kali prokain. Pada larutan 0,5 % toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2 % lebih toksik daripada prokain. Lebih efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah. Tidak diuraikan oleh hidrolase, tetapi di-biotransformasi secara oksidatif (antara lain dealkilasi pada nitrogen). Pada pemakaian lidokain bersamaan dengan simpatomimetik harus dihindarkan.
sediaan
Untuk anestesia infiltrasi : larutan 0,25-0,5 %
Untuk anestesia konduksi dan topikal : larutan 1-2 %
Untuk anestesia permukaan : larutan 1-4 %
farmakokinetik
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak.
Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.
indikasi
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, anestesia epidural, ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir.
Aritmia jantung. Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga
digunakan sebagai antiaritmia .
jenis obat lidokain :
1. EMLA
lidokain 25 mg,prilokain 25 mg per gram. Indikasi ; anastesi topical pasa kulit yang berhubungan dengan penggunaan jarum suntik, prosedur pembedahan superficial,
Kontraindikasi : methemoglobinemia congenital atau idiopatik, perhatian : pada gangguan sekitar mata dapat menyebabkan iritasi mata, iritasi kornea dan abrasi kornea.
Efek samping : reaksi local ringan seperti kepucatan,eritema,edema. Jarang reaksi alergi ( syok anafilaktik ) dosis ; krim oleskan pada lapisan yang tebal dan gunakan secara tipis , dewasa kira kira 1,5 gr/10 cm2
2. Extracaine
Lidokain hidroklorida 2 % adrenalin 1 : 80.000 tiap ml,injeksi, indikasi : anastesi local, kemasan : dos 100 amp 2 ml.
3. Lidodex
Lidokain hidriklorida 50 mg/ml, indikasi : anastesi local,kontra indikasi : hipotensi, perhatian : penderita kerusakan hati dosis lidokain sekecil mungkin,penderita renal insufisiensi. Dosis : 1 amp, max 2 ml.kemasan: dos 5 amp 2 ml.
4. Lidonest
Lidokain 50 mg/g salep, indikasi : penghilang rasa sakit.dosis : beberpa kali sehari, oleskan tipis pasa daerah yang sakit. Kemasan : tube 10 g salep.
5. Pehacain
Lidokain hidroklorida 2 % dalam larutan epinefrin (1 : 80000) tiap 2 ml injeksi. Indikasi : anastekum local. Perhatian : hati – hati tehadap kemungikan nekrosis untuk pemakaian di daerah akral. Dosis ; 1 amp secara IM/SK kemasan : dos 20 amp 2 ml.
6. Topsy
Lidokain 2,5 % prilokain 2,5 % indikasi : berbagai tindakan pada kulit intak yang memerlukan efek analgesic local. Kontra indikasi : pasien yang sensitive terhadap anastesi local golongan amida, anak usia < 12 bulan. Efek samping : dapat menyebabkan eritema, kepucatan bersifat local dan sementara.
7. Xylocaine
Lidokain 20 mg/ml injeksi atau jeli ; spray 10% .indikasi :anastesi infiltrasi,perifer dan blok saraf pusat. Dosis ; sesuaikan dengan keadaan. Kemasan : polyampul 20 ml 2%
Bupivacaine HCl
Indikasi : analgetik pacsa operasi, penghambat nyeri terapi, anastesia kebidanan , anastesia epidural.
Dosis : maksimum 2mg/KgBB tiap 4 jam sampai dengan 400 mg/hari.
Kontra indikasi :anastesi regional IV. Anastesi epidural pasien dengan hipotensi tak terkoreksi.
Perhatian : epilepsy, gangguan konduksi jantung, tergunjang, kerusakan hati, miestenia gravis.
Efek samping : gelisah,pusing, pandangan kabur, gangguan gastrointestinal, kejang otot, mudah lelah, eksitasi,mati rasa lidah, gagalpanas, hipotensi, bradikardia, methemoglobinemia,
Interaksi obat : potensiasi efek obat jantung/antiaritmia.
Jenis obat bupivakain HCl
1. Decain spinal 0,5 % heavy
2. Marcain
3. Marcain spinal
4. Regivell
ANASTETIK LOKAL SINTETIK LAIN
Anastetik local yang diberikan secara suntikan :
Dibukain:derivate kuinolin ini, merupakan anastesia local yang paling kuat , paling toksik, dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan denag prokain , dubukain kira – kira 15 kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali lebih panjang. Sebagai preparat suntik, dibukain sudah tidak digunakan lagi, kecuali untuk anastesia spinal, penggunaannya masih cukup popular di beberapa Negara luar di luar Amerika umumnya tersedia dalam bentuk krim 0,5% atau salep.
Mepivakain HCL : anastetik local golongan amida ini sifat farmakologinya mirip lidokain, mepivakain ini digunakan untuk anastesia infiltras, blockade saraf regional anastesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1:1,5 dan 2 %. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan karenanya tidak digunakan untuk anastesia obstetric. Mungkin ini ada hubungannya dengan pH darah neonatus yang lebih rendah, yang menyebabkan ion obat terperangkap, dan memperlambat metabolismenya.pada orang dewasa indeks terapinya lebih tinggi daripada lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagi anastesik topical.
Tetrakain : tetrakain adalah derivate asam paraaminobenzoat. Pada pemberian IV, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik dari prokain. Obat ini digunakan untuk segala macam anastesia, untuk pemakaian topical pada mata digunakan larutan tetrakain 0,5% untuk hidung dan tenggorokan larutan 2%. Pada anastesia spinal, dosis total 10-20 mg.
Sejak diperkenalkannya bupivakain , tetrakain jarang digunakan untuk blockade saraf perifer, sebab di perlukan saraf yang besar adan mula kerjanya lambat, serta dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik. Namun, bila diperlukan masa kerja yang panjang pada anastesia spinal, digunakan tetrakain.
Prilokain HCL:
dengan jenis obat: Estesia, prilokain 25 mg. Indikasi; anastesi topical pada kulit utuh. Kontraindikasi: kerusakan pada membrane timpani, tidak direkomendasikan pada bayi< 6 bulan.efek samping : gatal, edema, kepucatan, reaksi alergi, syok anafilaksis. Perhatian: luka terbuka dan membrane mukosa, dermatitis atopic, tidak digunakan pada amata dandaerah sekitarnya, hamil, laktasi, methemoglobonemia dosis ; oleskan dengan lapisan tebal1,5 g/10 cm2, lalu tutup dengan kasa pembalut.
Anastetik local yang diberikan secara topical
Beberapa anastetik local sangat toksik bila secara suntikan,sehingga penggunaannya terbatas pada pemakaian topical di mata, selaput lendir, atau kulit. Beberapa anastetik lokal yang lebih tepat untuk anastesia infiltrasi atau untuk blockade saraf, digunakan secara topical.
Benzokain, absorbsinya lambat karena sukar larut dalam air, sehingga relative tidak toksik, benzokain dapat digunakan langsung pada luka dengan ulserasi dan menimbulkan anastesia yang cukup lama. Selain sebagai salep dan sipositoria, obatini dapat juga sebagai bedak.
B. Anestesi Regional
Anestesi jenis ini biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai.
Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu.
Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di anestesi lokal masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi, walau tak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi.
C. Anestesi Umum
Anestesi umum atau bius total adalah anestesi yang biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang. Misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lainnya.
Caranya, memasukkan obat-obatan bius baik secara inhalasi (pernafasan) maupun intravena (pembuluh darah vena) beberapa menit sebelum pasien dioperasi. Obat-obatan ini akan bekerja menghambat hantaran listrik ke otak sehingga sel otak tak bisa menyimpan memori atau mengenali impuls nyeri di area tubuh manapun, dan membuat pasien dalam kondisi tak sadar (loss of consciousness).
Cara kerjanya, selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama operasi dilakukan.
jenis anastesi umum
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anesthesia yang ideal terdiri:
1. hipnotik
2. analgesia
3. relaksasi otot
Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap tidak sadar diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan respon reflek autonom. Jadipasien tidak boleh memberikan gerak volunteer, tetap perubahan kecepatan pernapasan dan kardiovaskuler dapat dilihat.
Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar. Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.
Banyak teori telah dikemukan, tetapi sampai sekarang belum ada keterangan yang memuaskan bagaimana kerja obat anestetika. Ditinjau dari vaskularisasi, jaringan terbagi atas:
- kaya pembuluh darah, contoh otak dan organ lainya, misalnya jantung, ginjal, hati dsb.
- miskin pembuluh darah, contoh jaringan lemak, tulang, dsb.
Obat anestetika yang masuk kepembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestetika ialah jaringan yang kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit.
MEDIKASI PRA-ANASTETIK
Tujuan medikasi pra anastetik ialah untuk mengurangi rasa cemas menjelang pembedahan memperlancar induksi, menguragi kegawat akibat anastesia. Selain itu obat obat ini mengurangi hipersalivasi,bradikardia,dan muntah yang muncul sesudah maupun selama anastesia. Ada 5 golongan obat yang yang diberiakn sebgai medikasi pra anatetik yaitu analgesic narkotik,sedative barbiturate,benzidiazepin, antikolirgenik dan neuropletik.
Analgesik narkotik/morfin
Morfin adalah analgesic pertamayang digunakan untuk mengurangi cemas dan ketegangan pasien menghadapi pembedahan, menguragi nyeri, menghindari takipneu pada anstesia dengan trikloretilen, dan membantu agar anastesia dapat berlangsung dengan baik. kini dikenal 20 jenis jenis opioid yang dapat digunakan untuk tujuan ini. Kelompok obat ini juga memiliki sifat anasteteik yang dapat mengurangi KAM , tetapi ia tidak digunakan untuk tujuan anastesiakarena untuk ini ternyata dibutuhkan efek yang berpengaruh terhadp SSP lainnya.dengan tehknik anastesia yang berimbang, dampak buruk morfin ialah memperpanjang waktu pemulihan dan depresi kardiovaskular, dapat diatasi mual dan muntah eksitasi serta nyeri pasca bedah dapat dikurangi.
Morfin 8-10mg yang diberikan IM biasanya cukup untuk tujuan diatas, sedangkan dosis 0,01-0,2 mg/kg IV cukup untuk menimbulkan analgesia dalam analgesia berimbang dengan N2Odoperlukan morfin sampai 3mg/kgsedangkan bila digunakan anastetik inhalasi lainnya dianjurkan dosis tidak lebih dari 1-2 mg/kg BB
Opioid lain yang digunakan sebagai medikasi pra-anastetik sesuai dengan kekuatannya ialah Sulfetanil (1000 kali) >remifantanil (300 kali) > fentanil (100 kali ) > alfentanil (15 kali) > morfin (1 kali ) > meperidin (0,1 kali ). Dosis meperidin umumnya adalah 50 -100 mg IM/subkutan IV, sedangkan dosis fentanil adalah 0,05-0,1 mg IM/IV meperidin 12,5-50 mg IV juga efektif untuk mengatasi mengigil akibat berbagai akibat dari anastesi.
Barbiturat
Golongan barbituran biasanya digunkan untuk menimbulkan sedasi pentobarbital dan sekobarbital digunakn secar oral atau IM dengan dosis100-150 mg pada orang dewasadan 1 mg/kg BB pada anak diatas 6 bulan. Keuntungan menggunakan barbiturat adalah tidak memperpanjang masa pemulihan dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.golngan barbiturate jarang menimbulkan mual dan muntah dan hanya sedikit menghambatpernafasan dan sirkulasi dibandingkan morfin.
Sedatif Nonbarbiturat
Etinamat,gluetimid, dan kloralhidrat hanya digunakn bila pasien alergi etrhadap barbiturate
Benzodiazepine
Lebih dianjurkan daripada opioid dan barbiturate. Pada dosis biasa, obat ini tidak menambah depresi nafas akibat opioid, selain menyebabkan tidur benzodiazepine juga menyebabkan amnesia retrograde dan dapat mengurangi rasa cemas.
Benzodizepine tidak larut dalam airmisalnya diazepam dan lorezepam tidak diberiakn IV karena dapat menimbulkan iritasi vena. Tetapi dapat diberiakan secara IM dalam pelarut propilen-glikol, sedangkan midazolam yang larut dalam air dapt diberikan secara IV.
Efek amnesia anterograd benzodiazepine berfmanfaat untuk pasien tertentu, tetapi efek itu diperoleh pada dosis besar yang dapat menperpanjang masa pemulihan, kalau perlu dapat digunkan flumazenil, (antagonis benzodiazepine) tetapi ini tidak dapat memperbaiki depresi nafas yang telah terjadi.
Neuroleptik
Kelompok obat ini digunakan untuk mengurangi mual dan muntah akibat anastetik pada induksi maupun pemulihan , misalnya dropenidol yang biasanya digunakan bersama fentanil. Kualitas sedasinya pun lebih baik dari pada kualitas sedasi yang ditimbulkan oleh morfin saja,
Antimuskarinik
Hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus yang ditimbulkan oleh anastetik inhalasi dapat menganggu pernafasan selama anastesia,. Atropine 0,4-0,6 mg IM. Mencegah hipersekresi ini.
stadium
stadium I (analgesia) : saat pemberian obat sampai hilang kesadaran.rasa sakit hilang,masih bisa ikuti perintah
stadium II (delirium/eksitasi) : saat hilang kesadaran sampai std pembedahan
stadium III (pembedahan) : saat napas teratur sampai napas spontan hilang
stadium III dibagi 4 tingkat
stadium III (pembedahan) : saat napas teratur sampai napas spontan hilang
stadium III dibagi 4 tingkat
tingkat 1 : napas teratur spontan,gerak mata tak beraturan,miosis,napas dada & perut seimbang,relaks otot lurik blm sempurna
ttingkat 2 : napas teratur tp kurang dalam dibanding tk 1, mata tak gerak,pupil mulai lebar,reflek laring (-) è intubasi
tingkat 3 : napas perut lebih nyata dari dada, relaks otot lurik sempurna, pupil lbh lebar tp belum maksimal
tingkat 4 : napas perut sempurna, tek darah mulai turun, pupil sangat lebar, reflek cahaya hilang
stadium IV (paralisis medula oblongata) : napas perut melemah dibanding std iii tk 4, tek darah tak dapat diukur, denyut jantung hilang derajat rasa sakit :kuat : memotong kulit, manipulasi peritoneum, kornea, mukosa uretra
stadium IV (paralisis medula oblongata) : napas perut melemah dibanding std iii tk 4, tek darah tak dapat diukur, denyut jantung hilang derajat rasa sakit :kuat : memotong kulit, manipulasi peritoneum, kornea, mukosa uretra
sedang : manipulasi fasia, otot, jar lemak
ringan : memotong & menjahit usus, memotong otak
efek samping obat anestesi umum
anestesi inhalasi:
delirium,aspirasi(induksi&pemulihan),depresimiokard(enfluran&halotan),takikardi(enfluran,isofluran,n2o),depresi napas, gangguanhepar,oliguri,hipotermi, hipertermi maligna,tik (enfluran, n2o,halotan,isofluran),teratogenik(enfluran,halotan,N2O),perdarahan post SC
anestesi parenteral: barbiturat sebabkan kantuk,batuk,depresi napas,eksitasi, menggigil, delirium, nyeri post operasi
farmakokinetik anestesi inhalasidalamnya anestesi umum tergantung tek parsial zat anestesi dalam otak. Kecepatan induksi & pemulihan tergantung tekanan tersebut..
faktor yang tentukan tekanan parsial anestesi dalam arteri & otak:
1.tekanan parsial anestesi yang dihirup,
2.ventilasi paru,
3.pemindahan gas dari alveoli ke aliran darah,
4.pemindahan gas dari darah ke jaringan
anastetik inhalasi
efek sistem saraf pusat
Gangguan mental tidak terdeteksi pada saat menghirup nitrat oksida 1,600 ppm (0,16 %) atau halotan 16 ppm (0,0016 %) pada sukarelawan (Frankhuizen dkk, 1978). Oleh karena itu tidak mungkin bahwa gangguan fungsi mental tersebut pada seseorang yang bekerja di ruang operasi dapat terjadi ketika menghirup sedikit dari kadar obat anestesi tersebut. Waktu reaksi tidak meningkat secara signifikan ketika menghirup nitrat oksida 10 % sampai 20 % (Garfield dkk,1975).Anestesi inhalasi tidak menyebabkan amnesia retrogard atau gangguan fungsi intelektual jangka panjang. Kebutuhan metabolisme oksigen di otak menurun sesuai dengan penurunan pada aktivitas otak yang diinduksi oleh obat. Peningkatan aliran darah otak yang diinduksi oleh obat dapat meningkatkan tekanan intrakranial (TIK) pada pasien dengan space-occupying lesions. Efek desfluran dan sevofluran pada sistem saraf pusat tidak membedakan obat anastesi inhalan ini dari obat inhalan lain yang sering digunakan.
Bangkitan kejang
Enfluran dapat menghasilkan frekuensi yang cepat dan voltase tinggi pada EEG yang sering berkembang menjadi aktivitas gelombang berbentuk taji yang tidak dapat dibedakan dari perubahan yang terjadi setelah kejang. Aktivitas EEG ini mungkin diikuti oleh kejang tonik klonik pada otot skelet di wajah dan ekstrimitas. Terdapat kemungkinan pada bangkitan kejang yang diinduksi oleh enfluran yang meningkat ketika konsentrasi enfluran > 2 MAC atau ketika hiperventilasi pada paru menurunkan PaCO2 sampai < 30 mmHg. Stimulus auditori yang berulang juga dapat memulai bangkitan kejang selama pemberian enfluran. Tidak terdapat bukti pada metabolisme anaerobic di otak selama bangkitan kejang diakibatkan oleh enfluran. Selain itu, pada suatu model binatang, enfluran tidak menambah focus kejang yang sebelumnya telah ada. Dengan kemungkinan pengecualian dengan tipe epilepsy mioklonik dan epilepsy fotosensitif tertentu (Oshima dkk,1985).
Isofluran tidak membangkitkan kejang pada EEG, pada anesthesia yang dalam, hipokapnia, atau stimula auditori berulang. Tentu saja, isofluran menekan zat konvulsan; yang mampu menekan bangkitan kejang yang diakibatkan oleh flourothyl (Koblin dkk,1980). Suatu spekulasi yang tidak terdokumentasikan bahwa nilai MAC yang lebih besar pada enfluran dibandingkan dengan isomernya, isofluran, menggambarkan kebutuhan untuk konsentrasi yang lebih tinggi untuk menekan efek stimulasi pada enfluran di sistem saraf pusat.
Desfluran dan sevofluran, seperti pada isofluran, tidak mengasilkan bukti pada aktivitas konvulsi pada EEG baik pada anestesi dengan level yang dalam maupun pada terjadinya hipokapnia atau stimulasi auditori. Walaupun demikian, terdapat laporan pada pasien pediatrik dengan epilepsi dan di sisi lain pada orang dewasa sehat yang memiliki bukti EEG dengan bangkitan kejang selama anesthesia sevofluran (Kaisti dkk,1999; Komatsu dkk,1994). Sevofluran dapat menekan bangkitan kejang yang diinduksi oleh lidokain.
Pemberian nitrat oksida dapat meningkatkan aktivitas motorik dengan klonus dan opistotonus jika di klinik menggunakan konsentrasi (Handerson dkk,1990). Jika nitrat oksida diberikan pada konsentrasi tinggi di suatu hiperbarik chamber, kekakuan otot abdomen, pergerakan ekstrimitas yang katatonik, dan periode aktivitas otot skelet mungkin bergantian dengan periode relaksasi pada otot skelet, klonus dan opistotonus (Russell dkk,1990). Meskipun sangat jarang, bangkitan kejang tonik-kloinik telah dgambarkan setelah pemberian nitrat oksida pada seorang anak yang sehat (Lannes dkk,1997). Binatang yang menggantungkan ekornya mungkin mengalami kejang pertama kali pada 15 menit sampai 90 menit pertama setelah pemberhentian nitrat oksida tetapi tidak pada anestesi inhalasi yang lain (Smith dkk,1979). Terdapat kemungkinan bahwa withdrawal kejang ini menggambarkan perkembangan refleks nitrat oksida akut. Pada pasien, delirium atau eksitasi selama pemulihan dari anestesi termasuk nitrat oksida dapat menggambarkan fenomena ini.
Kekuatan bangkitan
Anestesi inhalasi menyebabkan penurunan yang berkaitan dengan dosis pada amplitude dan peningkatan pada latency dari komponen kortikal pada kekuatan bangkitan somatosensori nervus medianus, kekuatan bangkitan visual, dan kekuatan bangkitan auditori (Boisseau dkk,2002; Lohom dkk,2001). Penurunan pada amplitude lebih menojol dibadingkan peningkatan pada latencinya. Terdapatnya nitrat oksida 60 %, bentuk gelombang yang adekuat untuk monitoring kekuatan bangkitan somatosensori kotikal terjadi selama pemberian halotan 0,50 sampai 0,75 MAC dan enfluran 0,5 sampai 1,0 MAC serta isofluran (Pathak dkk,1987).
Peningkatan konsentrasi pada desfluran (0,5 sampai 1,5 MAC) meningkatkan penekanan kekuatan bangkitan somatosensori pada pasien (Eger,1994). Jika nitrat oksida digunakan secara tersendiri dapat meningkatkan amplitude pada kekuatan bangkitan somatosensori pada kortikal.
Fungsi mental dan kesadaran
Fungsi mental dan kesadaran
Anestesi inhalan menyebabkan hilangnya respon pada perintah verbal pada konsentrasi MAC sadar. Efek ringan pada fungsi mental (dalam hal belajar) dapat terjadi pada konsentrasi anestesi yang lebih rendah (konsentrasi yang sedikit sampai 0,2 MAC) (Ghoneim dan Block,1997). Anestesi inhalan mungkin memiliki efektivitas yang berbeda dalam mempertahankan kesadaran. Sebagai contoh, isofluran 0,4 MAC mencegah ingatan kembali dan respon terhadap perintah sedangkan nitrat oksida membutuhkan dosis yang lebih besar dari 0,5 sampai 0,6 MAC untuk menghasilkan efek yang sama. Stimulasi bedah dapat meningkatkan kebutuhan anestesi untuk mencegah sadarnya pasien.
Aliran darah otak
Aliran darah otak
Anestesi inhalasi menghasilkan peningkatan yang tergantung dosis pada aliran darah otak. Adapun besarnya bergantung pada keseimbangan antara kerja vasodilatasi intrinsik dan vasokonstriksi obat akibat pelepasan aliran metabolisme. Pemberian anestesi inhalasi selama normokapnia pada konsentrasi > 0,6 MAC mengakibatkan vasodilatasi otak, penurunan resitensi pembuluh darah otak, dan mengakibatkan peningkatan aliran darah otak yang tergantung pada dosis (Eger,1985a).
Peningkatan aliran darah otak yang diinduksi oleh obat terjadi meskipun terdapat penyakit penyerta yang menurunkan metabolisme otak. Sevofluran memiliki suatu efek vasodilatasi intrinsic otak yang tergantung dosis tetapi efek ini kurang dibandingkan pada isofluran (Matta dkk,1999). Desfluran dan isofluran sama dalam menigkatkan aliran darah otak dan memelihara reaktivitas karbon dioksida (Ornstein dkk,1993).
Nitrat oksida juga meningkatkan aliran darah otak, tetapi pembatasan pada konsentrasi < 1 MAC membatasi besarnya perubahan ini. Pada kenyataannya, nitrat oksida mungkin menjadi suatu vasodilator otak yang lebih kuat dibandingkan dosis isofluran sendiri pada manusia (Lam dkk,1994).
Aliran darah otak mengukur adanya normokapnia dan tidak adanya stimulasi bedah. (p < 0,05. [(Dari Eger El. Isofluran (Forane) : a compendium and reference, 2nd ed.Madison,WI : Ohio Medical Product, 1985:1-110; dengan seizinnya] (Dari Eger El. Pharmacology of issofluran. Br J anaesth 1984;54-995; dengan seizinnya.)
Peningkatan aliran darah otak yang diinduksi oleh obat anestesi terjadi dalam beberapa menit pada awal pemberian obat inhalasi dan apakah tekanan darah tidak berubah atau menurun yang menekankan efek vasodilator otak pada obat ini. Binatang yang terpapar dengan halotan menunjukkan suatu penurunan yang bergantung pada waktu peningkatan aliran darah otak sebelumnya yang mulai terjadi setelah sekitar 30 menit dan mencapai tingkat predrug setelah sekitar 150 menit (Albrecht dkk,1983). Normalnya aliran darah otak menggambarkan suatu peningkatan yang menyertai pada resistensi pembuluh darah otak yang tidak diubah oleh alfa atau beta adrenergik blok dan tidak menghasilkan perubahan pada Ph cairan serebrospinal (Warner dkk,1985).
Pengukuran aliran darah seseorang (ml/100 g/menit) berlawanan dengan PaCO2 (mmHg) pada pasien yang mendapatkan isofluran atau desfluran 1,25 MAC. (Dari Ornstein E, Young WL, Fleischer LH,dkk.) Desfluran dan isofluran memiliki efek yang sama pada aliran darah otak pada pasien dengan lesia massa intrakranial. (Anesthesiology 1993; 79: 498-502; dengan seizinnya)
Penurunan aliran darah otak tidak sama dengan waktu yang diamati pada binatang, aliran darah otak masih meningkat secara relative pada kebutuhan metabolisme oksigen otak selama 4 jam sepanjang pemberian halotan, isofluran, atau sevofluran untuk pasien selama pembedahan Selanjutnya, pada pasien ini, isofluran mempengaruhi kemampuan yang lebih besar untuk mempertahankan aliran darah otak global relative pada kebuutuhan metabolisme oksigen otak dibandingkan pada halotan atau sevofluran (Kuroda dkk,1996).
Suatu EEG yang tidak berubah selama periode ini menunjukkan bahwa aliran darah otak ditingkatkan sepanjang waktu tanpa suatu kekurangan dibandingkan suatu perubahan paralel pada aliran darah otak dan kebutuhan metabolisme oksigen otak.jika dibandingkan pada 1,5 MAC, peningkatan rata-rata pada aliran darah otak pada pasien yang mendapatkan isofluran lebih besar dibandingkan yang mendapatkan halotan dan isofluran. B: disisi lain nilai rata-rata pada tekanan oksigen pada vena jugularis interna (PjVO2) lebih tinggi pada pasien yang mendapatkan isofluran. Peningkatan aliran darah otak terjadi pada 1,5 MAC yang dipertahankan sepanjang waktu. (Dari Kuroda Y, Murakami M, Tsuruta J, dkk)Preservasi pada rasio aliran darah otak/ kecepatan metabolisme untuk oksigen selama anestesi yang memanjang dengan siofluran, sevofluran, dan halotan pada manusia. (Anesthesiology 1996; 84: 555-561; dengan seizinnya.)
Autoregulasi pada aliran darah otak (rata-rata = SE) yang diukur pada binatang. (Dari Eger EL. Farmakologi pada Isofluran. Br J Anaesth 1984; 56:715-995; dengan seizinnya.)
Pada binatang, autoregulasi pada aliran darah otak dalam respon untuk mengubah tekanan darah sistemik yang dipertahankan selama pemberian isofluran 1 MAC tetapi tidak pada halotan (Drummond dkk,1982; Eger,1985a). Tentu saja, peningkatan pada tekanan darah sistemik menghasilkan sedikit peningkatan protrusi pada otak selama pemberian isofluran dan enfluran dibandingkan pada pemberian halotan (Drummond dkk,1982). Hal ini dipikirkan bahwa hilangnya autoregulasi selama pemberian halotan bertanggung jawab pada pembengkakan otak yang lebih besar yang tampak pada binatang yang dianestesi dengan obat ini. Anestesi inhalan termasuk desfluran dan sevofluran tidak mengubah autoregulasi pada aliran darah otak seperti yang digambarkan dengan respon pada sikulasi otak pada perubahan PaCO2 (Cho dkk,1996;Kitaguchi dkk,1993;Ornstein dkk,1993). Sebagai contoh, reaktivitas karbon dioksida serebrovaskuler digambarkan sebagai hal yang utuh selama pemberian desfluran 1 MAC (Mielck dkk,1998). Walaupun demikian, yang lain menngambarkan kerusakan pada autoregulasi oleh desfluran dengan 1,5 MAC yang hampir mengakhiri autoregulasi (Bedforth dkk,2001).
Pada binatang, autoregulasi pada aliran darah otak dalam respon untuk mengubah tekanan darah sistemik yang dipertahankan selama pemberian isofluran 1 MAC tetapi tidak pada halotan (Drummond dkk,1982; Eger,1985a). Tentu saja, peningkatan pada tekanan darah sistemik menghasilkan sedikit peningkatan protrusi pada otak selama pemberian isofluran dan enfluran dibandingkan pada pemberian halotan (Drummond dkk,1982). Hal ini dipikirkan bahwa hilangnya autoregulasi selama pemberian halotan bertanggung jawab pada pembengkakan otak yang lebih besar yang tampak pada binatang yang dianestesi dengan obat ini. Anestesi inhalan termasuk desfluran dan sevofluran tidak mengubah autoregulasi pada aliran darah otak seperti yang digambarkan dengan respon pada sikulasi otak pada perubahan PaCO2 (Cho dkk,1996;Kitaguchi dkk,1993;Ornstein dkk,1993). Sebagai contoh, reaktivitas karbon dioksida serebrovaskuler digambarkan sebagai hal yang utuh selama pemberian desfluran 1 MAC (Mielck dkk,1998). Walaupun demikian, yang lain menngambarkan kerusakan pada autoregulasi oleh desfluran dengan 1,5 MAC yang hampir mengakhiri autoregulasi (Bedforth dkk,2001).
Produksi cairan serebrospinal
Enfluran meningkatkan kecepatan produksi dan resistensi pada reabsorpsi cairan serebrospinal (CSS) yang dapat berperan meningkatkan tekanan intrakranial yang berkaitan dengan pemberian obat anestesi inhalasi (Artru, 1984a). Secara berlawanan, isofluran tidak mengubah produksi pada cairan serebrospinal, dan pada waktu yang sama, menurunkan resistensi pada reabsorpsi (Artru, 1984b). pengamatan yang konsisten dengan peningkatan minimal pada tekanan intrakranial yang yang diamati selama pemberian isofluran. Peningkatan pada tekanan intrakranial berhubungan dengan pemberian nitrat oksida yang agaknya menggambarkan peningkatan pada aliran darah otak karena penambahan produksi pada cairan serebrospinal tidak terjadi peningkatan pada aliran darah otak, karena penambahan produksi pada aliran darah otak tidak mempengaruhi hadirnya pada obat anestesi inhalasi (Artru, 1982).
Obat Anestesi Inhalasi
1. Dinitrogen oksida
(N2O/gas gelak). N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O:O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50%: 50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara, dan timpanoplasti.
Efek samping :
1. System saraf pusat ibu/janin bayi
2. sum – sum tulang dan system reproduksi staf perawatan.
Gas N2O bukan preparat relaksan otot dan berbeda dengan gas anatesi yang lain, preparat ini tidak memberi efek pada otot polos yang meliputi otot polos uterus ( Marshall & Longnecker,1996). semua gas anastesi akan mendepresi sistesm saraf. Ini melipti system saraf yang lebih tinggi maupun pusat – pusat vital dalam medulla oblongata serta batang otak.
2. Halotane
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Halotan merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform. Keuntungan penggunaan halotan adalah induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan napas, bronkodilatasi, pemulihan cepat, proteksi terhadap syok, jarang menyebabkan mual/muntah, tidak mudah terbakar dan meledak. Kerugiannya adalah sangat poten, relatif mudah terjadi overdosis, analgesi dan relaksasi yang kurang, harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan, harga mahal, menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intrakranial, menggigil pascaanestesi, dan hepatotoksik. Overdosis relatif mudah terjadi dengan gejala gagal napas dan sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian. Dosis induksi 2-4% dan pemeliharaan 0,5-2%.
Indikasi : induksi dan pemeliharaan anastesia
Dosis : induksi 2-4 % (anak 1,5-2%) dalam O2 atau O2/N2O. Pemeliharaan anastesi dewasa dan anak 0,5 – 2 % dalam O2/N2O.
Kontra indikasi : jaundice dan demam yang tak dapat dijelaskan setelah pemakaina halotan. Riwayat atau rentan terhadap hiperpireksia maligna.
Perhatian : hindari kontak langsung dalam 3 bulan. Pertahankan pembiusan yang paling ringan pada prosedue obstetric. Gunakan hiperventilasi sedang selama bedah saraf, hamil dan menyusui. Dapat mempengaruhi mengemudi, adn menjalankan mesin.feokromositoma, miestemia gravis.
Interaksi obat : meningkatkan efek obat relaksan otot depolarisasi menambah efek relaksan otot aminoglikosida. Meningkatkan sensivitas miokardium terhadap adrenalin, simpatomimetik lain, aminofilin, teofilin, antiudepresan trisiklik, meningkatkan efek hipotensi karena blok terhadap ganglion dari tubokurarin.
Nama dagang | Kemasan | Pabrik |
Fluothane | Liq 50 ml,250 ml | AstraZeneca |
Halothane | Sol50 ml, 250 ml | hoechst |
3. Etil klorida
Etil klorida merupakan cairan tidak berwarna, sangat mudah menguap, dan mudah terbakar. Anestesi dengan etil klorida cepat terjadi namun cepat hilang. Induksi dapat dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anestesi dihentikan. Etil klorida sudah tidak dianjurkan lagi untuk digunakan sebagai anestesi umum, namun hanya untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Pada sistem tetes terbuka (open drop), etil klorida disemprotkan ke sungkup dengan volume 3-20 ml yang menghasilkan uap _+ 3,5-5% sehingga pasien tidak sadar dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan obat lain seperti eter. Etil klorida juga digunakan sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku.
4. Eter (dietil eter)
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas mengiritasi saluran napas, mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime absorber, dan dapat terurai oleh udara serta cahaya. Eter merupakan obat anestetik yang ,aagat kuat sehingga pasien dapat memasuki setiap tingkat anestesi. Eter dapat digunakan dengan berbagai metoda anestesi. Pada penggunaan secara open drop uap eter akan turun ke bawah karena 6-10 kali lebih berat dari udara. Penggunaan secara semi closed methode datam kombinasi dengan oksigen dan N2O tidak dianjurkan pada operasi dengan tindakan kauterisasi. Keuntungan penggunaan eter adalah murah dan mudah didapat, tidak perlu digunakan bersama dengan obat-obat lain karena telah memenuhi trias anestesi, cukup aman dengan batas keamanan yang lebar, dan alat yang digunakan cukup sederhana. Kerugiannya adalah mudah meledak/terbakar, bau tidak enak, mengiritasi jalan napas, menimbulkan hipersekresi kelenjar ludah, menyebabkan mual dan muntah, serta dapat menyebabkan hiperglikemia. Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi penderita, kebutuhan dalamnya anestesi dan teknik yang digunakan. Dosis induksi 10-20% volume uap eter dalam oksigen atau campuran oksigen dan N2O. Dosis pemeliharaan stadium III 5-15% volume uap eter.
Indikasi : indikasi umum
Dosis : dosis disesuaikan berdasarkan individu
Kontraindikasi : nefritis akut, DM, penyakit hati.
Efek samping : salivasi,spasme laryngeal, hiperpireksia malignan, penurunan fungsi ginjal dan hati, kejang, nekrosis, overdosis,gagal nafas, henti jantung, muntah setelah operasi.
Interaksi obat ; peningkatan kerja kompetitif pelumpuh otot.
Nama dagang | Kemasan | Pabrik |
Aether Anaestheticus | Sol 140 ml | Kimia farma |
5. Enflurane (ethran)
Enfluran merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Dosis induksi 2-4,5% dikombinasi dengan O2 atau campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3 % volume.
Indikasi : untuk induksi dan pemeliharaan anastesi umum.analgetik untuk persalinan normal, sebagai anatesi tambahan pada kasus SC.
Dosis :
· Induksi 2-4,5 % dalam 7-10 menit
· Pemeliharaan anastesi 0,5-3%
· Analgetik persalinan normal 0,25 -1 %
· SC 0,5-1% sebagai tambahan anastesi anastesi umum.
Kontraindikasi: kejang , hipertarmia maligna. Pasien dengan disfungsi hati. Jaundice atau demam lekositosis yang tak dapat dijelaskan atau eosinofilia timbul setelah pemberian anastesi halogen.
Perhatian : kejang,menyebabkan relaksasi uterus dan meningkatakan perdarahan uterus. Pasien dengan sirosis ( hepatitis viral /lainnya ).
Efek samping : hipermetabolisme otot rangka,kebutuhan oksigen meningkat dan terjadi gejala hipertermia maligna, kejang, hipotensia,depresi nafas,asam, menggigil, mual, dam muntah.
Interaksi obat : meningkatkan relaksasi otot non depolarisasi. P[asien dengan penggunaan INH atau obat yang mengandung hidrazin dapat menyebabkan metabolisme enfluran dalam jumlah besar.
Nama dagang | Kemasan | Pabrik | |
Alytrane | Liq Inhalasi 100%x250 ml | AstraZeneca | |
Entrane | Sol 250 ml | Ethica | |
6. Isofluran (forane)
Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar. Keuntungan penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini mahal. Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau kombinasi N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.
Indikasi : inhalasi anastesi umum
Dosis ; induksi anastesi, konsentrasi awal 0.5 %. Anastesi bedah 1,3-3% selama 7-10menit.mempertahankan anastesi selam pembedahan 1-2,5 % dengan pemberian simultan N2O dan O2
Kontra indikasi : disposisi gfenetik terhadap hipertermia maligna,riwayat hipertermia maligna atau dengan disfungsi hati , iketrik, mdemam yang tak dapat dijelaskan.
Perhatian : monitor prnnafasan secar ketat, pengulanagan anastesi dalamperiode singkat, maternia gravis.
Efek samping : hipotensi arterial, peningkatan denyut jantung, gangguan fungsi hati, iritasi pada membrane mukosa.
Interaksi obat :efek kompetisi terhadap relaksan otot lainnya, golongan non depolarisasi. Adrenalin, Ca antagonis, dan vasodilasator lainnya.
Sediaan ; Isofluran 3-3,5 % dalam O2 atau kombinasi NO2 – O2 → untuk induksi
Isofluran 0,5-3 % → untuk memperthankan anestesia
Jenis obat isofluran:
Nama dagang | Kemasan | Pabrik | |
Aeprane | Liq inhalasi 100%x 100 ml | AstraZeneca | |
Forane | Sol 100ml | abbott | |
Isoflurane | Botol 100ml | Dexa Medica | |
7. Sevofluran
Obat anestetik ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi. Induksinya enak, dan cepat terutama pada anak. Dosis induksi 6-8 vol%. Dosis rumatan 1-2 vol%.
8. Desfluran
Desfluran adalah cairan yang mudah terbakar tetapi tidak udah meledak, besifat absorfen dan tidak korosif untuk logam, berbeda dengan golongannya, desfluran relative lebih sukar menguap sehingga dibutuhkan vaporizer khusus dalam penggunaannya. Gugus klorin pada isofluran diganti dengan flourin pada desfluran, dan ini membuat kelarutannya menjadi lebih rendah, mendekati kelarutan N2O, dengan potensi yang lebih rendah daripada isofluran dan memberikan induksi dan pemulihan yang cepat di bandingkankan dengan isofluran, setelah 5-10 menit obat dihentikan.pasien sudah dapat member tanggapan terhadap rangsangan verbal. Oleh karena itu desfluran lebih disukai untuk prosedur bedah singkat atau pada bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk,sesak nafas, atau bahkan spesma laringsehingga biasanyadesfluran tidak digunakan untuk induksi dan diganti denagn anastetik intravena.
Indikasi ; induksi dan pemeliharaan anastesi pada orang dewasa pemeliharaananastesi pada bayi dan anak.
Dosis : induksi premedikasi dengan opiod awal 3%, tingkatkan 0,5-1 % tiap 2-3 tarikan nafas, setelah induksi pada orang dewasa dengan obat IV seperti thiopental atau profol, konsentrasi suprane 0,5-1 MAC bersma dengan O2 atau N2O. Pemeliharaan denagn 2-6 % jika dengan N2O. 2,5-8,5 %, jika dengan O2. Anak 5,2-10 % dengan atau tanpa N2O.
Kontraindikasi : pasien yang diketahui atau secara genetis mempunyai penyakit hipertermia maligna. Pasien dengan kontraindikasi anastesi umum.
Perhatian ; tidak direkomendasikan untuk digunakn sebagai induksi inhalasi pada anak. tidak untuk obat tunggal pada anastesi induksi pasien dengan resiko penyakit koroner atau jika peningkatan denyut jantung atau tensi tidak diinginkan . dapat meningkatkan cairan serebrospinal atau tekanan tinngi intracranial, pemicu hipertermia maligna. Disfungsi hati. Lekositosis dan demam yang tidak dapat dijelaskan setelah penggunaan anastesi halogen.
Efek samping : depresi pernafasan dan hipotensi tergantung dosis. Batuk,sulit bernafas salivasi, apneu, dan laringospasme,. Mual dan muntah peningkatan sementara lekosit. Pemicu hipermetabolisme otot sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen dan hipertermia maligna, hepatitis jarang.
Interaksi obat : potensial aksi dari relaksasi otot. Opiod dan benzodizepin menurunkan kebutuhan dosis anastesi.
Nama dagang | Kemasan | Pabrik |
Suprane | Larutan | Finusolprima Farma Inter’l |
9. Fluroksen
Fluroksen merupakan ter berhalogen dengan sifat seperti halogen, dengan sifat seperti eter , mudah terbakar tetapi tidak mudah meledak, fliroksen menimbulkan analgesia yang baik, tapi relaksasi otot sangat kurang baik.
Fluroksen
Menimbulkan analgesi yang baik, tetapi relaksasi otot sangat kurang.
.Indikasi : Mual dan muntah
Kontra indikasi: Gangguan hati dan ginjal
Efek samping :Mengantuk, gejala ekstra piramidal, dll
Sediaan : Klorpromazin generik tablet 25, 100 mg
10. xenon
Xenon ditemukan pada tahun 1951 sebagai gas anastetik, tetapi tidak banayk digunakan karena sulit didapatkan dan mahal , namun xenon adalah gas anastetik yang ideal untuk kondisi kritis karena mempunyai efek smaping yang minimal ( tidak mempengaruhi kardiovaskular, pernafasan dll) xenon sangat tidak larut dalam darah dan jaringan sehingga induksi dan masa pemulihnnya sangat cepat , biasanya diberikan bersama O2 30 %.
Eter dan sikloporan sudah tidak dipakai lagi di Negara maju, namun masih banyak dipakai di daerah terpencil dan Negara berkembang. Metoksifluran sudah tidak banyak dipakai lagikarena sifatnay yang sangat toksik. Etilklorida kini sudah tidak digunakan lagi sebagai anatetik umum karena waktu induksi dan waktu pemulihannya yang sanagat singkat. Kin, etilklorida banyak digunakan sebagai anastetik local, dengan cara menyemprotkannya ke kulit sampai beku.trikloretilen juga tidak banyak digunakan lagi.
anastetik intravena
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat – obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing –masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.
Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.
William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909, Ludwig Burkhardt, melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan ether melalui intravena, tujuh tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan morfin dan skopolamin secara intravena.
Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi “Gold Standard” dari obat – obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia dalam bentuk intavena, namun obat anestesi intravena yang ideal belum bisa ditemukan. Penemuan obat – obat ini masih terus berlangsung sampai sekarang.
1. Teknik Anestesi
Teknik anestesia merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.
2. Jenis Obat Anesthesi intravena
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam , Degidrobenzperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol. Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh mengenai obat – obat anestesi intravena tersebut.
A. Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).
Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma Amino Butired Acid).
Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.
Pada sistem kardiovaskular
Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.
Sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan
Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infuse
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 – 150 µg/kg/min IV (titrate to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.
Jenis obat profol :
a. Diprivan ( AstarZeneca)
b. Frezopol 1 % (Fresenius)
c. Recofol ( dexa medica)
B. Tiopenton
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.
Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak dipergunakan untuk induksi anestesi.
Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).
Farmakokinetik
Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak – anak. Perkecualian pada tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital untuk induksi pada anak – anak. Sedangkan phenobarbital atau sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.
Distribusi
Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.
Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
Ekskresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3 ml/kg/menit dan pada anak – anak terjadi 6 ml/kg/menit.
Farmakodinamik
Pada Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.
Sistem kardiovaskular
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi Co2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.
Sistem pernafasan
Akan mennyebabkan penurunan frekwensi nafas dan volume tidal. bahkan dapat sampai menyebakan terjadinya asidosis respiratorik.
Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
C. Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid acting non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.
Efek farmakologis
Efek pada susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Efek pada mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.
Efek pada sistem kardiovaskular.
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Efek pada sistem respirasi
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien ashma.
Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Emberian secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menitdengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.
Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuscular
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang masih aktif.
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.
Jenis obat ketamin:
d. Anasject (danpac pharma)
e. Ketamin Hameln (prizer)
f. Ivanes ( ikapharmindo )
g. Ketalar (prizer)
D. Opioid
Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata “opium “ berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.
Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ. Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat pelepasan presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.
Dosis
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin. Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 μg/Kg) dan dewasa (200-800 μg).
Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus.
Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif.
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung pada aliran darah hepar. 5 – 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.
Farmakodinamik
Efek pada sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah 3.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.
Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .11 PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.
Efek pada Sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.
Endokrin
Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.
E. Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.
Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
· Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb
· Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5 mg
· Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
· Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.
Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 – 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.
Farmakodinamik
Dalam sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
Efek Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.
Sistem Respiratori
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.
Efek terhadap saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.
F. Etomidat
Etomidat adalah sedative kerja sangat singkat nonbarbiturat yang terutama digunakan untuk induksi anastesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anastesia dengan tekhnik anastesai berimbang. Etomidan mempunyai efek minimal terhadap system kadiovaskular dan pernafasan. dengan dosis induksi, kesadaran hilang dengan bebrapa detik tanpa efek kejantung, dengan tekanan darah yang sedikit menurun dan frekuensi apneu yang rendah
Selama induksi dengan etomidat tanpa medikasi para-anastetik dapat terjadi gerakan otot spontan pada 60 % pasien. Efek ini dihilangkan pemberian narkotik, sehingaa narkotik dianjurkan untuk diberikan sebagai medikasi para-anastetik. Apneu ringan selama 15-20 menit dapat terjadi pada induksi pada etomidat,terutma pada usia lanjut apneu ini memanjang bila etomidat diberikan bersam analgesic atau benzodiazepine.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anastetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan berturut – turut menghentikan aktifitas suatu bagian tubuh. Ada 4 taraf narkosa yaitu :
Anastetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan berturut – turut menghentikan aktifitas suatu bagian tubuh. Ada 4 taraf narkosa yaitu :
a. Analgesia yaitu kesadaran berkurang rasa nyeri hilang dan terjadi euphoria ( rasa nyaman )yang disertai impian yang mirip halusinasi.
b. Eksitasi yaitu kesadaran hilang dan timbul kegelisahan . Kedua teraf ini disebut taraf induksi.
c. Anastesia yaitu pernafasan menjadi dangkal dan cepat seperti keadaan tidur, reflek matamenghilang dan otot menjadi lemas.
c. Anastesia yaitu pernafasan menjadi dangkal dan cepat seperti keadaan tidur, reflek matamenghilang dan otot menjadi lemas.
d. Kelumpuhan sumsum tulang yaitu kegiatan jantung dan pernafasan terhenti.
Anastetika Local atau zat penghilang rasa sakit adalah obat yang pada penggunaan local merintangi secara refersibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan itu dapat menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal – gatal, rasa panas atau dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja demikian, tetapai efeknya tidak refersibel dan menyebabkan kerusakan permanen terhadap sel – sel saraf . Misalnya cara mematikan rasa juga dapat digunakan dengan pendingin yang kuat. Anastetika local yang pertama adalah cocain, yaitu suatu alkoholid yang diperoleh dari daun suatu tumbuhan alang – alang dipegunungan andes. Sejak tahun 1982 dikembangkan pembuatan anastesi local secar sintesis yang pertama adalah prokain dan benzokain, kemudian muncul lidocain, mepivakain dll.
B. Saran
“Tiada gading yang tak retak”, itulah kalimat yang dapat saya ucapkan. Karena itu kami dengan lapang dada menerima segala kritik ataupun saran untuk menyempurnakan makalah ini.Semoga materi ini dapat menambah wawasan kita mengenai growth hormone, hormone prolaktin serta obat anastesi tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Daftar pustaka
asramamedicafkunhas.blogspot.com/.../anestesi-inhalasi.html –
farmakologi dan terapan.edisi 5,.2007. departemen farmakologi dan teraupetik fakultas kedokteran universitas Indonesia,.Jakarta.
ferli88.wordpress.com/2009/12/16/obat-anestesi-intravena/
id.wikipedia.org/wiki/Anestesi –
ifan050285.wordpress.com/2010/03/15/obat-anestesi-inhalasi/
ISO Indonesia.2009 – 2010.penerbit ikatan sarja farmasi Indonesia.jakarta.
jaynugraha.co.cc/2009/03/04/seputar-obat-bius/ -
Jordan,sue.2002.farmakologikebidanan.bukukedokteran.jakarta
Junaidi iskandar, dr.2009.OI pedoman praktis Obat Indonesia. PT Bhuana Ilmu popular: Jakarta.
kuliahbidan.wordpress.com/category/asi/page/2/ -
medicastore.com/apotik_online/obat_bius_lokal.htm
rc84.wordpress.com/2009/12/13/hormon-prolaktin/ -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar