Sabtu, 16 April 2011

PENATALAKSANAAN PRE-EKLAMPSIA


PENATALAKSANAAN PRE-EKLAMPSIA

Prinsip penatalaksanaan pre-eklampsia :
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

Penatalaksanaan pre-eklampsia ringan :
1. Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
2. Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg).
3. Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8 jam pada malam hari)
4. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
5. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
6. Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi : metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari). 7. Diet rendah garam dan diuretik TIDAK PERLU
8. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
9. Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi. 10. jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
11. pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
12. persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.

Penatalaksanaan pre-eklampsia berat :
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.
- Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal.
- Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.
Prinsip : Tetap PEMANTAUAN JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi !!!

1. Penanganan aktif.
Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah kamar bersalin. Tidak harus ruangan gelap.
Penderita ditangani aktif bila ada satu atau lebih kriteria ini :
- ada tanda-tanda impending eklampsia
- ada HELLP syndrome
- ada kegagalan penanganan konservatif
- ada tanda-tanda gawat janin atau
IUGR
- usia kehamilan 35 minggu atau lebih
(Prof.Gul : 34 minggu berani terminasi. Pernah ada kasus 31 minggu, berhasil, kerjasama dengan perinatologi, bayi masuk inkubator dan NICU)
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose 5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit).
Syarat pemberian MgSO4 : - frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit - tidak ada tanda-tanda gawat napas - diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya - refleks patella positif.
MgSO4 dihentikan bila : - ada tanda-tanda intoksikasi - atau setelah 24 jam pasca persalinan - atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata.
Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3 menit).
Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi.
Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam. Pada persalinan pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.

2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.
Medisinal : sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi.
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!
Obstetrik : pemantauan ketat keadaan ibu dan janin. Bila ada indikasi, langsung terminasi.


Penatalaksanaan eklampsia
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas, yang ditandai dengan timbulnya kejang dan / atau koma.

Sebelumnya wanita hamil itu menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul akibat kelainan neurologik lain).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre-eklampsia disertai kejang dan atau koma.

Tujuan pengobatan : menghentikan / mencegah kejang, mempertahankan fungsi organ vital, koreksi hipoksia / asidosis, kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran kehamilan, serta mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.

Sikap obstetrik : mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu.
Pengobatan medisinal : sama seperti pada pre-eklampsia berat. Dosis MgSO4 dapat ditambah 2 g intravena bila timbul kejang lagi, diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan satu kali saja.
Jika masih kejang, diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan.
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!
Perawatan pada serangan kejang : dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup, masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan pada tempat tidur secukupnya.

Sikap dasar
semua kehamilan dengan eklampsia HARUS diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya adalah keselamatan ibu.
Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu, paling lama 4-8 jam sejak diagnosis ditegakkan. Yang penting adalah koreksi asidosis dan tekanan darah.
Cara terminasi juga dengan prinsip trauma ibu seminimal mungkin.
Bayi dirawat dalam unit perawatan intensif neonatus (NICU).

Pada kasus pre-eklampsia / eklampsia, jika diputuskan untuk sectio cesarea, sebaiknya dipakai ANESTESIA UMUM. Karena kalau menggunakan anestesia spinal, akan terjadi vasodilatasi perifer yang luas, menyebabkan tekanan darah turun. Jika diguyur cairan (untuk mempertahankan tekanan darah) bisa terjadi edema paru, risiko tinggi untuk kematian ibu.
Pasca persalinan : maintenance kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan selang nasogastrik atau parenteral, karena pasien belum tentu dapat makan dengan baik. MgSO4 dipertahankan sampai 24 jam postpartum, atau sampai tekanan darah terkendali.

Resusitasi janin : penting dikuasai !!

Catatan : di Indonesia
Kasus pre-eklampsia ringan sampai berat di daerah, jika mungkin, dipertahankan selama mungkin sambil dirujuk. Karena resusitasi / perawatan intensif neonatus di daerah sangat sulit dilakukan. Kecuali jika kasus terjadi di rumahsakit dengan fasilitas lengkap, dapat langsung terminasi.
Tapi sebagian besar kasus masih ditangani konservatif sambil dirujuk. Akibatnya, perjalanan penyakit makin berat, prognosis makin buruk, angka kematian maternal / perinatal makin tinggi (pre-eklampsia / eklampsia merupakan salah satu faktor penentu angka kematian maternal / perinatal yang terutama di Indonesia).






Penyakit hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi
sekitar 7-10% dari kejadian kehamilan, dengan setengah sampai duapertiganya
didiagnosis mengalami preeklampsia atau eklampsia (Poole, 2004). Lebih dari
satu dasawarsa terakhir ini, kematian ibu melahirkan menempati urutan utama
masalah kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan tetapi tingkat
kematian ibu melahirkan masih tetap tinggi.
Preeklampsia merupakan penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan,
yaitu dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg sesudah 20 minggu masa kehamilan
dengan proteinuria. Preeklampsia berbeda dengan hipertensi kronik. Hipertensi
kronik yaitu terjadi sebelum 20 minggu masa kehamilan. Wanita yang mengalami
hipertensi kronik sebelum hamil dapat berubah menjadi preeklampsia (Dipiro,
dkk, 2000).
Penggunaan obat saat hamil harus dipilih obat yang paling aman dan obat
harus diresepkan pada dosis efektif yang terendah untuk jangka waktu pemakaian
sesingkat mungkin. Sebisa mungkin menghindari dan meminimalkan penggunaan
segala jenis obat selama kehamilan kecuali jika manfaat yang diperoleh ibu lebih
besar dibanding resiko pada janin. Selama trimester pertama, sebagian obat dapat
beresiko besar menyebabkan cacat lahir sedangkan selama trimester dua dan tiga,
obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional
pada janin atau dapat meracuni plasma
Preeklampsia adalah penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan
biasanya timbul sesudah minggu ke-20 dengan gejala utama hipertensi yang
akut pada wanita hamil dan wanita dalam nifas sedangkan gejala lainnya
antara lain edema dan proteinuria. Kadang-kadang hanya hipertensi dengan
proteinuria atau hipertensi dengan edema (Martaadisoebrata, dkk, 2004).
Gejala-gejala:
1) Hipertensi
Gejala yang timbul pertama kali adalah hipertensi yang terjadi tiba-tiba.
Wanita hamil dikatakan hipertensi apabila tekanan sistolik ≥140 mmHg
atau kenaikan 30 mmHg diatas tekanan biasanya. Tekanan diastolik ≥90
mmHg atau kenaikan 15 mmHg di atas tekanan biasanya.
2) Edema
Gejala edema timbul dengan didahului penambahan berat badan yang
berlebihan. Penambahan berat ½ kg seminggu pada ibu hamil dianggap
normal, tetapi jika mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan,
kemungkinan timbulnya preeklampsia perlu diwaspadai. Penambahan
berat badan secara tiba-tiba ini disebabkan oleh retensi air dalam jaringan
dan kemudian terjadilah edema. Edema ini tidak hilang dengan istirahat.
3) Proteinuria
Sering ditemukan pada preeklampsia yang dikarenakan adanya
vasospasme pembuluh-pembuluh darah ginjal.
4) Gejala-gejala subjektif yang umum ditemukan pada preeklampsia, yaitu
sakit kepala yang hebat karena vasospasme atau edema otak, sakit ulu hati
dan gangguan penglihatan seperti penglihatan menjadi kabur bahkan bisa
menjadi buta (Martaadisoebrata, dkk, 2004).
b. Etiologi
Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui
secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola
6
(Maryunani, 2009). Faktor risiko yang berkaitan dengan perkembangan
preeklampsia : riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia atau
eklampsia, penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil dan
obesitas (Prawirohardjo, 2008). Preeklampsia dan eklampsia lebih banyak
terjadi pada primigravida, hamil ganda dan mola hidatidosa. Kejadiannya
semakin meningkat dengan semakin tuanya umur kehamilan dan gejala-gejala
penyakit berkurang bila terjadi kematian janin (Manuaba, 1998).
Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik
sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mochtar,
1998).
d. Penyulit pada preeklampsia
Penyulit pada preeklampsia meliputi penyulit pada ibu dan penyulit
pada janin. Penyulit pada ibu antara lain: 1) sistem syaraf pusat (perdarahan
intrakranial, hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina dan
7
kebutaan), 2) gastrointestinal-hepatik (pecahnya kapsul hepar), 3) Ginjal
(gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut), 4) kardiopulmonar (edema paru,
iskemia miokardium). Penyulit yang dapat terjadi pada janin ialah intrauterine
fetal growth restriction, solusio plasenta dan kematian janin (Prawirohardjo,
2008).
Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Bobak , 2004)
Preeklampsi ialah penyakiya dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan. Tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
. Etiologi Preeklampsia
Sampai saat ini, etiologi pasti dari Peeeklampsia atau eklampsi belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the disease of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain :
2.2.2.1. Peran protasiklin dan tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2.2.2.2. Peran faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentuka blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
2.2.2.3. Peran faktor Genetik/famili
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklampsia dan eklampsia antara lain :
a. preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi dan eklampsi.
c. kecenderungan meningkatnya meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsi dan eklampsi.
d. peran Renin Angiostensin Aldosteron System (RAAS)
2.2.3. Patologi Preeklampsia
Preeklampsia ringan jarang sekali menyababkan kematian ibu. Oleh karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologi berasal dari penderita eklampsia yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata bahwa perubahan anatomi-patologi pada alat-alat itu pada penderita preeklampsia tidak banyak berbeda daripada yang ditemukan pada eklampsia. Perlu dikemukakan disisni bahwa tidak ada perubahan histopatologik yang khas pada preeklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut.
2.2.4. Gambaran Klinik Preeklampsia
2.2.4.1. Hipertensi
Gejala yang terlebih dahulu timbul ialah hipertensi yang terjadi secara tiba-tiba, sebagai batas diambil tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, tapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg diatas tekanan yang biasa merupakan petanda.
Tekanan darah sistolik dapat mencapai 180 mmHg dan diastolik 11o mmHg, tetapi jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan drah melebihi 200 mmHg maka sebabnya biasanya hipertensi asensial.
2.2.4.2. Oedem
Timbulnya oedem didahului oleh pertambahan berat badan yang berlebihan. Pertambahan berat 0,5 kg pada seseorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika mencapai 1kg per minggu atau 3 kg dalam satu bulan , preeklampsi harus dicurigai. Oedem ini tidak hilang dengan istirahat.
2.2.4.3. Proteinuria
Proteinuria didefinisikan sebagai konsentrasi protein sebesar 0.19/L (> positif 2 dengan cara dipstik) atau lebih dalam sekurang-kurangnya dua kali spesimen urin yang dikumpulkan sekurang-kurangnya dengan jarak 6 jam. Pada spesimen urin 24 jam. Proteinuria didefinisikan sebagai suatu konsentrasi protein 0,3 per 24 jam.
2.2.4.4. Gejala-gejala subyektif
a. sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedem otak.
b. nyeri ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorhagia atau oedem atau sakit karena perubahan pada lambung.
c. gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur. Gangguan ini disebabkan karena vasospasme, oedem atau ablasioretina.
2.2.5. Klasifikasi Preeklampsia
2.2.5.1. Preeklampsia ringan.
a. tekanan darah sistolik 140 mmHg atau kanaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
b. tekanan darah diastolik 90 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
c. kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.
d. proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkay kualifikasi positif 1 sampai positif 2 pada urin kateter atau urin aliran tengah.
2.2.5.2. Preeklampsia berat
Bila salah satu diantara gejala atau tanda diketemukan pada ibu haMil sudah dapat digolongkan preeklampsia berat :
a. tekanan darah 160/110 mmHg.
b. oliguria, urin kurang dari 400cc/24jam.
c. proteinuria lebih dari 0.3 gr/liter.
d. keluhan subyektif ; nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, oedem paru dan sianosis, serta gangguan kesadaran.
e. Pemeriksaan ; kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat memberikan petunjuk akan terjadi eklampsia. Preeklamsia pada tingkat kejang disebut eklampsia.
2.2.6. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan bayinya. Walaupun terjadinya preeklampsia sulit dicegah, namun preeklampsia dan eklampsia umumnya dapat dihindari dengan mengenal secara dini penyakit itu dengan penanganan sedini mungkin.
Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya dua dari trias tanda utama yaitu ; hipertensi, oedem dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan petanda meskipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan karena perkembangan penyakit tidak dapat diramalakan dan bila eklampsi terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin jauh lebih buruk. Tiap kasus preeklampsi harus ditangani dengan sungguh-sungguh.
Diagnosis diferensial antara preeklampsi dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan fundoskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria pada preeklampsi jarang timbul sebelum triwulan ke-3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia ringan.
2.2.7. Penanganan Preeklampsia
2.2.7.1. Preeklampsia ringan
a. jika kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
§ pantau tekanan darah, proteinuria, reflek patela dan kondisi janin
§ lebih banyak istirahat
§ diat biasa
§ tidak perlu diberi obat-obatan
§ jika dirawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
- diet biasa
- pantau tekanan darah 2 kalisehari, proteinuria 1 kali sehari
- tidsak perlu obat-obatan
- tidak perlu diuretik, kecuali terdapat oedem paru atau gagal ginjal akut
- jika tekanan distolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan, nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsi berat, kontrol 2 kali seminggu, jika tekanan darah diastolik naik lagi, rawat kembali.
- Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat.
- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan.
- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.
b. jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi
- jika serviks matang lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
- Jika serniks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley atau terminasi dengan seksio sesarea.
2.2.7.2. Preeklampsia berat dan eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalina harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada preeklampsia.
a. penanganan kejang
- berikan obat anti konvulsan
- perlengkapan untuk penanganan kejang ( jalan nafas, sedotan, masker oksigen, dan oksigen )
- lindungi pasien dari kemungkinan trauma
- aspirasi mulut dan kerongkongan
- baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tredelenburg untuk mengurangi aspirasi.
- Beri oksigen 4-6 liter per menit
b. penangan umum
- jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan distolik diantara 90-100 mmHg
- pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge >1)
- ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
- kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan protein
- jika jumlah urin < 30 ml per jam ; infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam, pantau kemungkinan oedem paru
- jangan tinggalkan pasien sendirian, kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kamatian ibu dan janin
- observasi tanda-tanda vital, refleks patela dan denyut jantung janin setiap jam.
- Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedem paru. Jika ada oedem paru stop pemberian cairan dan berikan diuretik, misalnya furosemide 40 mg IV
- Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside, jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

Pre-Eklampsia Pengobatan
Perlakuan hanya dikenal untuk memajukan eklampsia atau pre-eklampsia adalah aborsi atau pengiriman, baik dengan induksi persalinan atau operasi caesar. Namun, post-partum pre-eklampsia dapat terjadi hingga 6 minggu setelah pengiriman bahkan jika gejala tidak hadir selama kehamilan. Post-partum pre-eklampsia adalah berbahaya bagi kesehatan ibu karena ia dapat mengabaikan atau mengabaikan gejala sakit kepala pasca-pengiriman sederhana dan edema. Hipertensi kadang-kadang dapat dikontrol dengan obat anti-hipertensi, tetapi setiap efek ini mungkin pada kemajuan dari penyakit yang mendasari tidak diketahui.
Wanita dengan gangguan inflamasi mendasari seperti hipertensi kronis atau penyakit autoimun mungkin akan mendapat manfaat dari perlakuan agresif dari kondisi sebelum konsepsi, tamping down sistem kekebalan tubuh terlalu aktif.
Mungkin thrombophilias lemah berhubungan dengan pre-eklampsia. Tidak ada studi berkualitas tinggi yang menunjukkan bahwa pengencer darah akan mencegah pre-eklampsia pada wanita trombofilik.
Merokok mengurangi risiko preeklamsia (meskipun merokok tidak disarankan pada kehamilan pada umumnya.)
Magnesium sulfat
Dalam beberapa kasus, wanita dengan preeklamsia atau eklamsia dapat distabilkan sementara dengan magnesium sulfat intravena untuk mencegah kejang sementara suntikan steroid diberikan untuk mempromosikan pematangan paru janin. Magnesium sulfat sebagai pengobatan yang mungkin dianggap paling tidak sejauh 1955, tetapi hanya dalam beberapa tahun terakhir memang penggunaannya di Inggris mengganti penggunaan diazepam atau fenitoin.
Bukti untuk penggunaan magnesium sulfat berasal dari studi murai internasional. Ketika pengiriman diinduksi perlu terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, itu diterima bahwa ada resiko tambahan untuk bayi dari lahir prematur yang akan memerlukan pengawasan dan perawatan tambahan.
Diet dan faktor gizi
Studi protein / kalori suplementasi telah menemukan tidak berpengaruh pada tingkat preeklamsia, dan pembatasan protein diet tidak muncul untuk meningkatkan tingkat preeklampsia. Tidak ada mekanisme yang protein atau kalori asupan akan mempengaruhi baik placentation atau peradangan telah diusulkan.
Studi yang dilakukan mengenai pengaruh suplementasi dengan antioksidan seperti vitamin C dan E tidak menemukan perubahan tarif pre-eklampsia.
Namun, Drs. Padayatty dan Levine dengan NIH mengkritik studi untuk menghadap beberapa faktor utama yang seharusnya penting bagi keberhasilan suplementasi tersebut.
Rendahnya tingkat vitamin D dapat menjadi faktor risiko preeklampsia, dan kalsium suplementasi pada wanita dengan diet rendah kalsium tidak menemukan perubahan tarif preeklamsia tetapi menemukan penurunan tingkat komplikasi preeklampsia berat. Status rendah selenium dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi pre-eklampsia. Beberapa vitamin lain juga mungkin memainkan peran.
Almarhum Dr Thomas Brewer, OBGYN, percaya pada peran bahwa diet bisa bermain dalam berkontribusi untuk pre-eclampsia, khususnya sindrom HELLP. Meskipun pendekatan Dr Brewer's telah dilihat sebagai tidak konvensional oleh pengobatan barat karena tidak ada bukti untuk itu, beberapa praktisi agama kehamilan mematuhi rekomendasi-nya. Wanita yang sebelumnya telah pre-eklampsia atau anekdot HELLP ini mengklaim bahwa berikut pedoman Dr Brewer's telah memungkinkan mereka untuk pergi ke memiliki kehamilan yang sehat, bahkan dalam kasus-kasus dimana dokter mereka percaya mereka pra-eklampsia dapat terulang kembali. kehamilan berikutnya diketahui berisiko rendah pra-eklampsia. Teori Brewer diet lebih dari 40 tahun tetapi tidak memiliki peer-review dukungan; penelitian modern tidak memberikan peran diet dalam placentation atau di induksi toleransi.
Aspirin suplemen
Aspirin suplemen masih sedang dievaluasi untuk dosis, waktu, dan populasi dan dapat memberikan manfaat pencegahan sedikit dalam beberapa wanita, namun, penelitian yang signifikan telah dilakukan pada aspirin dan hasilnya sejauh ini tidak mengesankan.
Latihan
Ada cukup bukti untuk merekomendasikan baik latihan atau bedrest sebagai tindakan pencegahan.
Induksi toleransi ayah
Banyak penelitian juga menyarankan pentingnya toleransi imunologi wanita untuk ayah bayinya, yang gen hadir pada janin muda dan plasenta dan yang mungkin menjadi tantangan bagi sistem kekebalan tubuhnya. Seperti teori ini diselidiki lebih lanjut, para peneliti semakin mempelajari pentingnya paparan lanjutan wanita untuk air mani pasangannya sedini beberapa tahun sebelum konsepsi. Satu studi yang dipublikasikan dalam American Journal Obstetri dan Ginekologi melibatkan beberapa ratus perempuan dan menemukan bahwa "perempuan dengan kohabitasi singkat (kurang dari 4 bulan) yang menggunakan metode penghalang untuk kontrasepsi memiliki resiko tinggi secara substansial bagi pengembangan pra- eklampsia dibandingkan dengan wanita dengan lebih dari 12 bulan hidup bersama sebelum konsepsi. " Namun, hasil dari studi yang dilakukan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa teori ini masih belum konklusif. Dalam penelitian tersebut, para peneliti menemukan bahwa setelah penyesuaian dan stratifikasi, pengaruh penggunaan kontrasepsi penghalang terhadap perkembangan pra-eklampsia telah hilang, dengan kedua tangan yang memiliki tingkat identik pra-eklampsia. Walaupun studi sejak itu telah dikritik karena penyesuaian subjektif data, itu tetap penting karena ini menunjukkan bahwa masih ada anggapan di atas sejauh mana kegagalan induksi toleransi dapat dikaitkan dengan paparan sebelum sperma mitra.
paparan Lanjutan untuk air mani pasangan anda memiliki efek perlindungan yang kuat terhadap pre-eklampsia, sebagian besar karena penyerapan beberapa faktor modulasi kekebalan hadir dalam air mani.
Panjang periode kohabitasi seksual dengan pasangan yang sama ayah seorang anak perempuan secara signifikan menurunkan kemungkinan nya menderita pre-eklampsia. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa meskipun perempuan dengan mitra berubah sangat dianjurkan untuk menggunakan kondom untuk mencegah penyakit menular seksual, "jangka waktu tertentu paparan sperma dalam hubungan yang stabil, bila kehamilan bertujuan untuk, terkait dengan perlindungan terhadap preeklamsia." dengan satu studi menyimpulkan bahwa "induksi toleransi alogenik ke molekul HLA ayah dari janin mungkin penting data dikumpulkan. sangat menyarankan paparan itu, dan paparan terutama oral untuk HLA larut dari air mani dapat menyebabkan toleransi transplantasi." menyimpulkan bahwa perubahan "cenderung mengarah priming imunologi terhadap antigen ayah atau hasil mempengaruhi kehamilan." Serangkaian studi serupa menegaskan pentingnya modulasi kekebalan pada tikus betina melalui penyerapan faktor imun spesifik dalam air mani, termasuk TGF-beta, kurangnya yang juga sedang diselidiki sebagai penyebab keguguran pada wanita dan infertilitas pada pria.
Menurut teori ini, janin kedua berisi "asing" protein dari gen ayah, tetapi eksposur teratur, sebelumnya dan bertepatan dengan air mani ayah mungkin meningkatkan penerimaan kekebalan tubuh dan implantasi berikutnya, suatu proses yang secara signifikan didukung oleh sebanyak 93 saat ini diidentifikasi kekebalan mengatur faktor dalam cairan mani. Para peneliti menyimpulkan bahwa sementara setiap paparan air mani pasangan selama aktivitas seksual muncul untuk mengurangi kemungkinan seorang wanita untuk berbagai gangguan imunologi yang dapat terjadi selama kehamilan, toleransi imunologi bisa paling cepat dibentuk melalui pengenalan lisan dan penyerapan gastrointestinal semen.
Administrasi faktor kekebalan
Sebagai teori intoleransi kekebalan sebagai penyebab pre-eklampsia telah menjadi diterima, wanita yang menderita berulang pre-eclampsia, keguguran, atau Di kegagalan Pemupukan Vitro berpotensi diberikan faktor kekebalan kunci seperti TGF-beta bersama dengan protein asing ayah , mungkin baik secara lisan, sebagai spray sublingual, atau sebagai gel vagina untuk diterapkan ke dinding vagina sebelum berhubungan seksual. Kemudian, GroPep, perusahaan yang dianugerahi paten pada varian TGF-Beta3, dilakukan percobaan di mana angka keguguran itu dibelah dua pada tikus yang diteliti. Menurut rilis berita GroPep kemudian diterbitkan, "sebuah respon imun yang rusak terlibat dalam penyebab sebanyak 50% dari semua keguguran." obat mereka, PV903, adalah "ditargetkan untuk mengobati keguguran berulang disebabkan oleh respon imun abnormal janin, suatu kondisi yang tidak ada pengobatan saat ini." Uji coba kemudian dikritik karena gagal untuk mengenali efek sinergis dari berbagai macam faktor kekebalan tubuh secara alami hadir dalam air mani, yang bertindak bersama dan dengan kehadiran lokal dari protein ayah asing, memodulasi respon imun perempuan sehingga memungkinkan untuk implantasi, dan kemudian penerimaan kekebalan berikutnya dari janin (asing) di seluruh kehamilan yang sukses. GroPep kemudian diakuisisi oleh raksasa bioteknologi, Novozymes. Pengembangan obat PV903 sejak itu ditunda.
Pre-Eklampsia dan Eklampsia
Definisi
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma.  Pre-eklampsia adalah salah satu ka­sus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Ke­lainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pa­da ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pembagian di atas.

Penyebab

Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari – ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.
 Faktor Risiko :
  1. Kehamilan pertama
  2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
  3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
  4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
  5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi)
  6. Kehamilan kembar
Deteksi dini :
  1. Menyaring semua kehamilan primigravida (kehamilan pertama),  ibu menikah dan langsung hamil, dan semua ibu hamil dengan risiko tinggi terhadap pre-eklampsia dan eklampsia
  2. Pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal triwulan satu kehamilan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui terdapatnya protein dalam air seni, fungsi organ hati, ginjal, dan jantung, fungsi hematologi / pembekuan darah
  1. Pre-eklampsia ringan
Tanda dan gejala :
  1. Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg
  2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
  3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan
Tatalaksana pre eklampsia ringan dapat secara :
  1. Rawat jalan (ambulatoir)
  2. Rawat inap (hospitalisasi)
Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :
  1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya
  2. Makanan dan  nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus
  3. Vitamin
  4. Tidak perlu pengurangan konsumsi garam
  5. Tidak perlu pemberian antihipertensi
  6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu
 Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :
  1. Pre eklampsia ringan dirawat inap apabila mengalami  hipertensi yang menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat
  2. Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu : tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan eklampsia seperti nyeri kepala hebat di depan atau belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut  bagian kanan atas, nyeri ulu hati
  3. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim
Tatalaksana
  1. Pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan
  2. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan umur kehamilan 37 minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari lalu boleh dipulangkan
  1. Pre-eklampsia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Tanda dan gejala pre-eklampsia berat :
    1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
    2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
    3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
    4. Trombosit < 100.000/mm3
    5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam)
    6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
    7. Nyeri ulu hati
    8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
    9. Perdarahan di retina (bagian mata)
    10. Edema (penimbunan cairan) pada paru
    11. Koma
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :
      1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan
      2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian obat-obatan
Perawatan aktif dilakukan apabila  usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan, adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya "HELLP syndrome" (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).
Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Perawatan konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu :
  1. Segera masuk rumah sakit
  2. Tirah baring
  3. Infus
  4. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
  5. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
  6. Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami
  7. Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre-eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)
C.  Eklampsia
Definisi
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Gejala dan Tanda
  1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
  2. Gangguan penglihatan à pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
  3. Iritabel à ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
  4. Nyeri perut à nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
  5. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
  6. Kejang-kejang dan / atau koma
Tatalaksana
Tujuan pengobatan :
  1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang
  2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
  3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
  4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Pengobatan Konservatif
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).
Pengobatan Obstetrik
  1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin
  2. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu
Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.
Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.

Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah
kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.
Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia,
yang juga dapat disertai koma. Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan
yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan
masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-
8% wanita hamil di Indonesia.
1. Pre-eklampsia ringan
Tanda dan gejala :
1. Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg
sampai kurang dari 110 mmHg
2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan
2. Pre-eklampsia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah
tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. Tanda dan gejala pre-eklampsia berat :
1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg
2. Tekanan darah diastolik 110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam)
6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
7. Nyeri ulu hati
8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
9. Perdarahan di retina (bagian mata)
10. Edema (penimbunan cairan) pada paru
11. Koma
Eklampsia
Definisi
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai
dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Gejala dan Tanda
1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan
tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan
pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2. Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan
terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3. Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan
lainnya
4. Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
5. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
6. Kejang-kejang pre-eklampsi ringan
Pengobatan adalah simtiomatis dan wanita dapat di :
- Rawat jalan dengan skemaa periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 x seminggu
- Rawat inap
- Penangan rawat jalan atau rawat inap :
a) Istirahat di tempat tidur adalah istirahat pokok
b) Diit rendah garam
c) Berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3x sehari, atau tablet fenobarbital 30 mg dengan dosis 3x sehari, diuretika dan antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat.
Dengan cara di atas biasanya p re-eklampsi ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari biasa.
Bila pada beberapa kasus gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap. Lakukan monitor keadaan janin : kadar estriol urin, amnioskopik dan ultrasografi dan sebagainya. Bila keadaan mengizinkan, barulah padakehamilan minggu ke 37 ke atas dilakukan induksi partus.

Pre-eklampsi berat
- Pre-eklampsi berat kehamilan dan 37 minggu :
a) Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake dan rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:
- Berikan suntikan sulfas magnesikus dosis 8 gr intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontra-indikasi).
- Jika da perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan (kecuali jika ada kontra-indikasi).
- Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin dimonitor, penimbangan berat badan seperti pre-eklampsi ringan sambil mengawastii mbul lagi gejala.
- Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan : induksi partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan.
b) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.
- Pre-eklampsi berat kehamilan 37 minggu ke atas :
a) Penderita di rawat inap
* Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
* Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
* Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler 4 gr bokong kanan dan 4 g bokong kiri
* Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
* Syarat pemberian MgSo4 adalah : refleks patela (+); diurese 100 cc dalam 4 jam yang lalu; respirasi 16 permenit dan harus tersedia antidotumnya: kalsiumg lukonas 10%a mpul 10 cc.
* Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
b) Obat antihipertensif : injeksi katapres I ampul i.m dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3x½ tablet sehari.
c) Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikkan inhavena lasix 1ampul.
d) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
e) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forseps, jadi wanita dilarang mengedan
f) Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi perdarahan disebabkan atonia uteri.
g) Pemberian sulfas magnesikus kalau tidak ada kontraindikasi, diteruskan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jampostpartum.
h) Bila ada indikasi obstetik dilakukan seksio cesaria
dan / atau koma
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Diketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam masa nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada wanita yang yang menderita eklampsia timbul serangan kejangan yang diikuti oleh koma
Dalam hal ini dapat diberikan pethidin 100 mg atau Luminal200 mg atau Morfin l0 mg
Penatalaksanaan pengobatan
1. Sufas magnisikus
Injeksi MgSO4 20% dosis 4 gr intravena perlahan-lahan selama 5-10 menit, kemudian disusul dengan suntikan intramuskuler dosis 8 gr.Jika tidak ada kontraindikasi suntikan i.m. diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24 jam setelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada kontraindikasi
(pernafasan, refleks dan diuresis). Harus tersedia kalsium glukonas sebagaai ntidotum.
Kegunaan MgSO4 adalah :
o Mengurangi kepekaan syaraf pusat untuk mencegah konvulsi
o Menambah diuresis, kecuali bila ada anuria
o Menurunkanp ernafasany ang cepat
2. Pentotal sodium
o Dosis inisial suntikan intravena perlahanJahan pentotal sodium 2,5% sebanayk 0,2-0,3 gr.
o Dengan infus secara tetes (drips) tiap 6 jam :
- I gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa l0%
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dekhosa 10%
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5%
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5% (selama 24 jam)
Kerja pentotal sodium : menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit karena cukup berbahaya menghentikan pernafasan (apnea).
3. Valium (diazepam)
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa l0% dengan tetesan 30 tetes permenit. Seterusnyad iberikan setiap 2 jam l0 mg dalam infus atau suntikan intramuskuler, sampai tidak ada kejang.
Obat ini cukup aman.
4. Litik koktil (Lytic coctail)
Ada 2 macam kombinasi obat:
o Largactil (100 mg) + Phenergen (50 mg) + Pethidin (100 mg)
o Phetidin (100 mg) + Chlorpromazin (50 mg) * Promezatin (50mg)
Dilarutkan dalam glukosa 5% 500 cc dan diberikan secara infuse tetes intraven4 jumlah tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tensi penderita.
5. Sfoganoff
1. Pertama kali morfin 20 mg subkutan
2. ½ jam setelah 1 MgSO4 15% 40 cc subkutan
3. 2 jam setelah 1 morfin 20 mg subkutan
4. 5½ jam setelah 1 MgSO4 15% 20-40 cc subkutan
5. 11½ jam setelah 1 MgSO4 15% 10 cc subkutan
6. 19 jam setelah 1 MgSO4 15% 10 cc subkutan
Lama pengobatan 19 jam, cara ini sekarang sudah jarang dipakai.
g) Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari Penisilin prokain 1,2-2,4 juta satuan
Penanganan Pre eklampsia Berat
  • pasien datang dg pre eklampsia berat
  • beri sedativa yg kuat utk mcegah kejang:
  1. larutan sulfas magnesikus 50% sebanyak 10 ml disuntikkan im, dapat diulang 2 ml tiap 4 jam
  2. lytic cocktai, yakni larutan glukosa 5% sebanyak 500 ml yg berisi petidin 100mg, klorpromazin 100mg, prometazin 50 mg sebagai infus intravena
  3. sodium penthotal
  4. diazepam
  5. sulfas magnesicus
  6. lytic cocktail
7.      Obat-obat
8.      anti
9.      hipertensi
10.  Diberikan jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan
11.  darah diastolik 110 mmHg.
12.  a. Klonidin
13.  Satu-satunya antihipertensi yang tersedia dalam bentuk
14.  suntikan. 1 ampul mengandung 0,15 mg/ml.
15.  Caranya : 1 ampul klonidin diencerkan dalam 10 ml larutan
16.  garam faal atau aquadest. Disuntikkan mula-mula 5 ml i.v
17.  pelan-pelan selama 5 menit; setelah 5 menit tekanan darah
18.  diukur, bila belum turn, diberikan lagi sisanya. Klonidin dapat
19.  diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah mencapai normal.
20.  b. Nifedipin
21.  Obat yang termasuk golongan antagonis kalsium ini dapat
22.  diberikan 10 mg sub lingual atau 3-4 kali 10 mg peroral.
23.  c. Hidralasin
24.  Vasodilator ini tergolong obat yang banyak dipakai untuk
25.  hipertensi dalam kehamilan. Ferris dan Burrow
26.  14
27.  mengatakan
28.  bahwa penurunan vasospasme akan meningkatkan perfusi
29.  uteroplasenter. Obat ini di Indonesia hanya tersedia dalam
30.  bentuk tablet
Pre-eklampsia adalah kerusakan multisistem yang dihubungkan dengan hipertensi dan proteinuria; merupakan komplikasi yang umum terjadi dalam kehamilan. Sedangkan eklampsia, didefinisikan sebagai timbulnya satu atau lebih kejang yang berhubungan dengan sindrom pre-eklampsia; jarang terjadi namun merupakan komplikasi yang serius. Di UK eklampsia terjadi pada satu dari 2000 kelahiran (Douglas 1994), di negara miskin dan menengah terjadi pada 1 dari 100 dan 1 dari 1700 kelahiran (WHO 1988). Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10% dari total kematian maternal. Mengingat banyaknya kejadian eklampsia serta efeknya yang serius maka terapi pre-eklampsia menjadi penting. Selanjutnya akan dibahas berbagai terapi yang telah umum digunakan para praktisi klinik untuk pasien preeklampsia/eklampsia.
Tujuan farmakoterapi adalah untuk menurunkan angka kematian, mencegah komplikasi dan memperbaiki kondisi eklampsia. Antikonvulsan diberikan pada eklampsia untuk mencegah kejang lebih lanjut dan juga diberikan pada pre-eklampsia dengan harapan mencegah kejang pertama dan dengan demikian diharapkan memperbaiki keadaan ibu dan anak di United Kingdom, diazepam popular digunakan sejak 1970 dan fenitoin sejak 1990 namun penggunaan magnesium sulfat masih jarang. Magnesium sulfat telah digunakan secara luas selama puluhan tahun di Amerika Serikat dan akhir-akhir ini dikenal sebagai antikonvulsan terpilih pada eklampsia. Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mengobati kejang eklamptik. Ditambah lagi dengan harganya yang murah maka dapat dikatakan magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk terapi eklampsia. Selain itu masih ada obat pilihan lain seperti fenitoin, diazepam, hidralazin, labetalol dan nifedipin.
KATEGORI OBAT-OBATAN ANTIKONVULSAN
Mencegah kambuhnya kejang dan mengakhiri aktivitas klinik dan elektrik kejang.
1. Magnesium sulfat.
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengobati kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang efektif dan membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang baik untuk otot skelet.
Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan mempunyai efek antihipertensi. Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena lebih disukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute intramuskular cenderung lebih nyeri dan kurang nyaman, digunakan jika akses IV atau pengawasan ketat pasien tidak mungkin. Pemberian magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasan ketat atas pasien dan fetus.
Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan mencegah kejang berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa refleks tendon dalam masih ada, pernafasan sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4 jam. Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir ; dapat dihentikan jika tekanan darah membaik serta diuresis yang adekuat. Kadar magnesium harus diawasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, pada level 6-8 mg/dl. Pasien dengan urine output yang meningkat memerlukan dosis rumatan untuk mempertahankan magnesium pada level terapetiknya. Pasien diawasi apakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya keracunan magnesium.

Protokol pemberian magnesium menurut The Parkland Memorial Hospital, Baltimore, adalah sebagai berikut
:
4 g. magnesium sulfat IV dalam 5 menit, dilanjutkan dengan 10 g. magnesium sulfat dicampur dengan 1 ml lidokain 2% IM dibagi pada kedua bokong. Bila kejang masih menetap setelah 15 menit lanjutkan dengan pemberian 2 g. magnesium sulfat IV dalam 3-5 menit. Sebagai dosis rumatan, 4 jam kemudian berikan 5 g. magnesium sulfat IM, kecuali jika refleks patella tidak ada, terdapat depresi pernafasan, atau urine output <100 ml dalam 4 jam tersebut. Atau dapat diberikan magnesium sulfat 2-4 g/jam IV. Bila kadar magnesium >10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan. Level terapetik adalah 4,8-8,4 mg/dl. Dengan protokol di atas, biasanya serum magnesium akan mencapai 4-7 mg/dl pada pasien dengan distribusi volume normal dan fungsi ginjal yang normal. Pengawasan aktual serum magnesium hanya dilakukan pada pasien dengan gejala keracunan magnesium atau pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pasien dapat mengalami kejang ketika mendapat magnesium sulfat. Bila kejang timbul dalam 20 menit pertama setelah menerima loading dose, kejang biasanya pendek dan tidak memerlukan pengobatan tambahan.
Bila kejang timbul >20 menit setelah pemberian loading dose, berikan tambahan 2-4 gram magnesium. dosis: inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila kejang timbul setelah pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g. IV dalam 3-5 menit. Kurang lebih 10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah pemberian loading dosis. Dosis rumatan: 2-4 g./jam IV per drip. Bila kadar magnesium > 10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis rumatan dapat diturunkan. Pada Magpie Study, untuk keamanan, dosis magnesium dibatasi. Dosis awal terbatas pada 4 g. bolus IV, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1 g./jam. Jika diberikan IM, dosisnya 10 g. dilanjutkan 5 g. setiap 4 jam. Terapi diteruskan hingga 24 jam kontraindikasi : Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat, atau myasthenia gravis.
Interaksi : Penggunaan bersamaan dengan nifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan blokade neuromuskular. Dapat meningkatkan terjadinya blokade neuromuskular bila digunakan dengan aminoglikosida, potensial terjadi blokade neuromuskular bila digunakan kersamaan dengan tubokurarin, venkuronium dan suksinilkolin. Dapat meningkatkan efek SSP dan toksisitas dari depresan SSP, betametason dan kardiotoksisitas dari ritodrine.
Kategori keamanan pada kehamilan : A – aman pada ehamilan.(Fugate SR dkk), Peringatan : Selalu monitor adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan penurunan urine output: Pemberian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8 mg/dl, hilangnya refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernafasan pada kadar 12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda keracunan magnesium, dapat diberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara perlahan. Magnesium sulfat harus dipikirkan untuk wanita hamil dengan eklampsia karena harganya murah, cocok digunakan di negara yang pendapatannya rendah. Pemberian intravena lebih disukai karena efek sampingnya lebih rendah dan masalah yang disebabkan oleh tempat penyuntikan lebih sedikit. Lamanya pengobatan umumnya tidak lebih dari 24 jam, dan bila rute intravena digunakan untuk terapi rumatan maka dosisnya jangan melebihi 1 g/jam.Pemberian dan pengawasan klinik selama pemberian magnesium sulfat dapat dilakukan oleh staf medik, bidan dan perawat yang sudah terlatih.
2. Fenitoin
Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik, namun diduga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Fenitoin bekerja menstabilkan aktivitas neuron dengan menurunkan flux ion di seberang membran depolarisasi. Keuntungan fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa hari sampai risiko kejang eklamtik berkurang. Fenitoin juga memiliki kadar terapetik yang mudah diukur dan penggunaannya dalam jangka pendek sampai sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk pada neonatus.
Dosis awal: 10 mg/kgbb. IV per drip dengan kecepatan < 50 mg/min, diikuti dengan dosis rumatan 5 mg/kgbb. 2 jam kemudian. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap fenitoin, blok sinoatrial, AV blok tingkat kedua dan ketiga, sinus bradikardi, sindrom Adams-Stokes. Interaksi : Amiodaron, benzodiazepin, kloramfenikol, simetidin, flukonazol, isoniazid, metronidazol, miconazol, fenilbutazon, suksinimid, sulfonamid, omeprazol, fenasemid, disulfiram, etanol (tertelan secara akut), trimethoprim dan asam valproat dapat meningkatkan toksisitas fenitoin. Efektivitas fenitoin dapat berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat golongan barbiturat, diazoksid, etanol, rifampisin, antasid, charcoal, karbamazepin, teofilin, dan sukralfat. Fenitoin dapat menurunkan efektifitas asetaminofen, kortikosteroid, dikumarol,disopiramid, doksisiklin, estrogen, haloperidol, amiodaron, karbamazepin, glikosida jantung, kuinidin, teofilin, methadon, metirapon, mexiletin, kontrasepsi oral, dan asam valproat.
Kategori keamanan pada kehamilan: D-Tidak aman untuk kehamilan. Peringatan: Diperlukan pemeriksaan hitung jenis dan analisis urin saat terapi dimulai untuk mengetahui adanya diskrasia darah. Hentikan penggunaan bila terdapat skin rash, kulit mengelupas, bulla dan purpura pada kulit. Infus yang cepat dapat menyebabkan kematian karena henti jantung, ditandai oleh melebarnya QRS. Hati-hati pada porfiria intermiten akut dan diabetes (karena meningkatkan kadar gula darah). Hentikan penggunaan bila terdapat disfungsi hati.
3. Diazepam
Telah lama digunakan untuk menanggulangi kegawatdaruratan pada kejang eklamptik. Mempunyai waktu paruh yang pendek dan efek depresi SSP yang signifikan. Dosis : 5 mg IV. Kontraindikasi: Hipersensitif pada diazepam, narrowangle glaucoma. Interaksi: Pemberian bersama fenotiazin, barbiturat, alkohol dan MAOI meningkatkan toksisitas benzodiazepin pada SSP.Kategori keamanan pada kehamilan: D-tidak aman digunakan pada wanita hamil. Peringatan : Dapat menyebabkan flebitis dan trombosis vena, jangan diberikan bila IV line tidak aman; Dapat menyebabkan apnea pada ibu dan henti jantung bila diberikan terlalu cepat. Pada neonatus dapat menyebabkandepresi nafas, hipotonia dan nafsu makan yang buruk. Sodium benzoat berkompetisi dengan bilirubin untuk pengikatan albumin, sehingga merupakan faktor predisposisi kernikterus pada bayi.

ANTIHIPERTENSI
Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol dengan adekuat dengan menghentikan kejang. Antihipertensi digunakan bila tekanan diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90-100 mmHg. Antihipertensi mempunyai 2 tujuan utama: (1) menurunkan angka kematian maternal dan kematian yang berhubungan dengan kejang, stroke dan emboli paru dan (2) menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan oleh IUGR, placental abruption dan infark. Bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan menyebabkan hipoperfusi uterus. Pembuluh darah uterus biasanya mengalami vasodilatasi maksimal dan penurunan tekanan darah ibu akan menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta. Walaupun cairan tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan, volume intravaskular mengalami penyusutan dan wanita dengan eklampsia sangat sensitif pada perubahan volume cairan tubuh. Hipovolemia menyebabkan penurunan perfusi uterus sehingga penggunaan diuretik dan zat-zat hiperosmotik harus dihindari. Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama digunakan tetapi masih kurang dapat diterima.
1. Hidralazin
Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah ke uterus dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia. Dosis: 5 mg IV ulangi 15-20 menit kemudian sampai tekanan darah <110 mmHg. Aksi obat mulai dalam 15 menit, puncaknya 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap hidralazin, penyakit rematik katup mitral jantung. Interaksi: MAOI dan beta-bloker dapat meningkatkan toksisitas hidralazin dan efek farmakologi hidralazin dapat berkurang bila berinteraksi dengan indometasin. Kategori keamanan pada kehamilan: C – keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum pernah ditetapkan. Peringatan: Pasien dengan infark miokard, memiliki penyakit jantung koroner; Efek sampingnya kemerahan, sakit kepala, pusing-pusing, palpitasi, angina dan sindrom seperti idiosinkratik lupus.(biasanya pada penggunaan kronik).
2. Labetalol
Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per oral. Digunakan sebagai pengobatan alternatif dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipengaruhi oleh pemberian labetalol IV. Dosis: Dosis awal 20 mg, dosis kedua ditingkatkan hingga 40 mg, dosis berikutnya hingga 80 mg sampai dosis kumulatif maksimal 300 mg; Dapat diberikan secara konstan melalui infus; Aksi obat dimulai setelah 5 menit, efek puncak pada 10-20 menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif pada labetalol, shock kardiogenik, edema paru, bradikardi, blok atrioventrikular, gagal jantung kongestif yang tidak terkompensasi; penyakit saluran nafas reaktif, bradikardi berat. Interaksi: Menurunkan efek diuretik dan meningkatkan toksisitas dari metotreksat, litium, dan salisilat. Menghilangkan refleks takikardi yang disebabkan oleh penggunaan nitrogliserin tanpa efek hipotensi. Simetidin dapat meningkatkan kadar labetalol dalam gula darah. Glutetimid dapat menurunkan efek labetalol dengan cara menginduksi enzim mikrosomal. Kategori keamanan pada kehamilan : C-keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hati-hati bila digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Hentikan penggunaan bila terdapat tanda disfungsi hati. Pada pasien yang berumur dapat terjadi keracunan ataupun respons yang rendah.
3. Nifedipin:
Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral. Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/ hari. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap nifedipin. Interaksi: Hati-hati pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang berefek menurunkan tekanan darah, termasuk beta blocker dan opiat; H2 bloker (simetidin) dapat meningkatkan toksisitas. Kategori keamanan pada kehamilan: C – Keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Dapat menyebabkan edema ekstremitas bawah, jarang namun dapat terjadi hepatitis karena alergi. Masalah utama penggunaan nifedipin adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi bila mengkonsumsi kalsium. Sebaiknya dihindari pada kehamilan dengan IUGR dan pada pasien dengan fetus yang terlacak memiliki detak jantung abnormal.
4. Klonidin
Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP. Dosis: dimulai dengan 0.1 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Penggunaan klonidin menurunkan tekanan darah sebesar 30-60 mmHg, dengan efek puncak 2-4 jam dan durasi kerja 6-8 jam. Efek samping yang sering terjadi adalah mulut kering dan sedasi, gejala ortostatik kadang terjadi. Penghentian mendadak dapat menimbulkan reaksi putus obat. Kontraindikasi: Sick-sinus syndrome, blok artrioventrikular derajat dua atau tiga. Interaksi: Diuretik, vasodilator, -bloker dapat meningkatkan efek antihipertensi. Pemberian bersamaan dengan bloker dan atau glikosida jantung dapat menurunkan denyut jantung dan disritmia. Pemberian bersamaan dengan antidepresan trisiklik dapat menurunkan kemampuan klonidin dalam menurunkan tekanan darah.
Kategori keamanan pada kehamilan: C – keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hati-hati pada pasien dengan kelainan ritme jantung, kelainan sistem konduksi AV jantung, gagal ginjal, gangguan perfusi SSP ataupun perifer, depresi, polineuropati, konstipasi. Dapat menurunkan kemampuan mengendarai mobil ataupun mengoperasikan mesin.
KESIMPULAN
Mengingat angka kejadian eklampsia dan komplikasinya yang serius hingga menyebabkan kematian, farmakoterapi adalah mutlak untuk menurunkan angka kematian, mencegah komplikasi dan memperbaiki eklampsia. Obat-obatan yang dipakai mulai dari antikonvulsan dan beberapa anti hipertensi. Akhir-akhir ini magnesium sulfat disebut sebagai drug of choice. Didukung oleh keamanan penggunaannya dalam kehamilan dan harganya yang murah, penggunaan magnesium sulfat memang harus dipikirkan untuk terapi eklampsia.
Tabel 1. Kategori keamanan obat-obatan untuk
wanita hamil (US FDA)
Kategori A: Studi kontrol pada wanita hamil gagal memperlihatkan adanya risiko pada fetus di trimester pertama (dan tidak terdapat bukti adanya risiko pada penggunaan trimester berikutnya) dan adanya kemungkinan dapat memberikan efek buruk pada fetus amat sangat kecil
Kategori B: Penelitian-penelitian pada reproduksi binatang gagal memperlihatkan adanya risiko pada fetus tetapi tidak terdapat studi kontrol pada wanita hamil atau penelitian pada reproduksi binatang memperlihatkan adanya efek samping yang tidak dikuatkan pada studi kontrol pada wanita hamil trimester pertama (dan tidak terdapat bukti adanya risiko pada penggunaan trimester berikutnya).
Kategori C: Studi pada binatang mengungkapkan adanya efek samping pada fetus (teratogenik, embriosidal, atau lainnya) dan tidak terdapat studi kontrol pada wanita hamil. Atau penelitian baik pada binatang
maupun wanita hamil tidak ada. Obat diberikan hanya bila terdapat keuntungan potensial yang sebanding dengan risiko buruk pada fetus.
Kategori D: Adanya bukti berisiko pada fetus manusia, namun karena keuntungan dalam penggunaan pada wanita hamil maka penggunaanya masih dapat diterima. (misalnya penggunaannya pada situasi yang mengancam nyawa, sedangkan obat lain yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif) Kategori X: Penelitian pada binatang maupun manusia memperlihatkan adanya abnormalitas fetus atau terbukti adanya risiko berdasarkan pengalaman manusia atau keduanya. Penggunaannya pada wanita hamil jauh lebih merugikan dibandingkan keuntungannya. Penggunaan obat ini merupakan kontraindikasi pada wanita hamil atau pada mereka yang mungkin akan hami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar